Korsel dan Indonesia Harus Bicara Serius Kelanjutan Proyek Jet Tempur KF-21

Jet tempur KF-21 Boromae. Foto: Yonhap

Korsel dan Indonesia Harus Bicara Serius Kelanjutan Proyek Jet Tempur KF-21

Akhmad Fauzy • 3 June 2025 12:50

Seoul: Kementerian Perdagangan RI mencatat peningkatan nilai surplus perdagangan Indonesia-Korea Selatan hingga 77,38% atau setara USD 457,30 pada kuartal I 2025. Salah satu faktor yang berkontribusi atas capaian ini adalah meningkatnya permintaan semikonduktor, komoditas yang saat ini paling dibutuhkan industri manufaktur Korea Selatan (Korsel).

Perusahaan besar asal Korsel, seperti Samsung, Hyundai dan berbagai mitra manufakturnya, telah menjadikan ASEAN termasuk Indonesia sebagai bagian penting dari rantai produksi regional untuk menghadapi ketegangan geopolitik dunia.

Selain sektor manufaktur, Kepala Korea Institute for International Economic Policy Nam Seok Kim menjelaskan, sektor non-manufaktur Indonesia-Korsel turut tumbuh.

“Produktivitas ekonomi antara kedua negara di sektor jasa dan industri konten digital mengalami kenaikan, inilah pentingnya diversifikasi kerjasama ekonomi,” papar Kim di tengah jamuan makan siang bersama Kementerian Luar Negeri Korsel, Korea Foundation dan FPCI di Seoul, 20 Mei 2025.

Kim juga menekankan, nilai dagang kedua negara bisa terus tumbuh jika Indonesia dan Korsel saling berkontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan domestik masing-masing.

Pada April 2025, delegasi dari Federation of Korean Industries (FKI) dan Chairman Lotte Group menemui Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka, Jakarta. Hasilnya, 19 perusahaan yang tergabung dalam FKI berkomitmen menambahkan nilai investasi sebesar USD1,7 Miliar. Salah satu perusahaan yang dalam waktu dekat akan beroperasi adalah proyek Lotte Chemical yang menawarkan partisipasi Indonesia dalam pengembangan pabrik petrokimia.

Bicara empat mata dengan Prabowo

Meski begitu, kerja sama ekonomi Korea-Indonesia akan memasuki babak baru usai Pilpres Korea Selatan rampung dihelat. Kebijakan New Southern Policy yang diluncurkan Presiden Moon Jae-in sempat menempatkan ASEAN, terutama Indonesia sebagai mitra strategis utama Korsel di luar Amerika Serikat dan Tiongkok.

Namun, kebijakan tersebut tidak berlanjut secara substansial di era Presiden Yoon Suk-yeol. Profesor Bidang Perdagangan dan Keuangan Universitas Yonsei, Ko Young-kyung berpendapat Inisiatif Korea-ASEAN di bawah pemerintahan yang baru perlu memberikan arah kebijakan luar negeri jangka panjang yang konsisten, khususnya dengan Indonesia.

“Agar tak bergantung pada pasar AS, Korsel harus lebih fleksibel mendiversifikasi portofolio kerja samanya. Lantas negara mana yang bisa menjadi mitra terbaik? Lewat kesepakatan CSP (Comprehensive Strategic Partnership) yang dibentuk 2024, ASEAN tentu jadi salah satu mitra strategis. Presiden baru Korsel harus mampu meningkatkan hubungan kerja sama ini,” ujar Ko.

Ko menambahkan, kemitraan antara Korea-ASEAN harus mengedepankan kualitas, koherensi dan keberlanjutan, bukan seberapa banyak proyek yang disepakati.

Selain itu, Ko turut mendorong Presiden Korsel yang baru memanfaatkan momentum KTT APEC Korea 2025 yang digelar 31 Oktober-1 November untuk bertemu empat mata dengan Presiden Prabowo Subianto.

Ko menilai keduanya harus segera membahas langkah antisipatif dalam menghadapi ancaman tarif Amerika Serikat, sekaligus berunding ulang soal kerja sama di bidang pertahanan yang dinilainya perlu disempurnakan.

“Belakangan Korsel dan Indonesia menghadapi tantangan dalam melanjutkan proyek jet tempur KF-21. Kedua presiden harus bicara serius mengenai proyek ini,” pungkas Ko.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Fajar Nugraha)