Ilustrasi. Foto: Dok MI
M Ilham Ramadhan Avisena • 18 June 2025 11:21
Jakarta: Pemerintah didorong untuk bisa mengakselerasi belanja negara untuk mendukung perekonomian di dalam negeri. Pasalnya kinerja anggaran dalam lima bulan pertama di tahun ini tampak berjalan lambat
"Artinya pemerintah punya pekerjaan rumah terutama dalam mempercepat realisasi belanja," ujar periset dari Center of Reform on Economic (CoRE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet dikutip Rabu, 18 Juni 2025.
Pada periode Januari-Mei 2024, realisasi belanja negara mampu menembus Rp1.145,3 triliun, setara 34,4 persen dari alokasi belanja negara saat itu yang sebesar Rp3.325,1 triliun. Sedangkan di periode yang sama pada tahun ini, realisasi belanja negara tercatat senilai Rp1.061,3 triliun, setara 28,1 persen dari alokasi sebesar Rp3.621,3 triliun.
Yusuf menekankan, belanja negara menjadi penting untuk mendukung laju perekonomian di tengah ketidakpastian dunia yang terjadi saat ini. Untuk itu ia juga mendorong agar rencana pemberian stimulus dapat dipercepat dan dilakukan dengan tepat sasaran.
Selain itu, belanja negara juga dapat menjadi faktor yang dapat menahan ataupun meredam pelambatan ekonomi dunia dan domestik. Apalagi ketidakpastian dunia kian meningkat dengan adanya perang antara Israel dan Iran.
"Proses antisipasi atau mitigasi termasuk di dalamnya melihat kembali prioritas belanja dan mempertimbangkan Bagaimana mengalokasikan belanja pada pos-pos yang dirasa lebih penting untuk dialokasikan di tengah kondisi saat ini," jelas Yusuf.
Belanja yang lambat sedianya tercermin dari minimnya defisit anggaran meski tahun ini telah berjalan selama lima bulan. Kendati secara bulanan kinerja belanja negara meningkat, namun realisasi belanja secara tahunan melambat.
(Ilustrasi. Foto: Dok MI)
APBN defisit Rp21 triliun di Mei 2025
Sebelumnya diketahui APBN kembali mencatatkan defisit sebesar Rp21 triliun, setara 0,09 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) hingga akhir Mei 2025. Itu terjadi setelah sebelumnya anggaran negara mencatatkan surplus sebesar Rp4,3 triliun di April 2025.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, defisit anggaran yang terjadi pada bulan kelima tahun ini disebabkan oleh upaya APBN menjadi penahan gejolak yang terjadi di lingkup internasional dan domestik.
“Defisit di 0,09 persen, Rp21 triliun adalah di dalam rangka untuk menjaga perekonomian. Defisit APBN bertujuan untuk counter cyclical, sehingga perekonomian yang tertekan bisa di-counter APBN, sehingga pelamahannya tidak berdampak signifiakn pada ekonomi dan masyarakat,” ujarnya dalam konferensi pers APBN di kantornya, Jakarta, Selasa, 17 Juni 2025.
Kendati mengalami defisit, imbuh Sri Mulyani, kinerja anggaran negara dinilai masih sesuai dengan arah kebijakan keuangan negara di tahun ini. Realisasi defisit di Mei 2025 juga disebut masih cukup rendah jika dibandingkan dengan alokasi defisit APBN 2025 yang sebesar Rp616 triliun, setara 2,53 persen dari PDB.
Defisit anggaran itu terjadi karena hingga Mei 2025, pendapatan negara tercatat lebih rendah dari realisasi belanja negara. Pendapatan negara diketahui mencapai Rp995,3 triliun, setara 33,1 persen dari target di APBN 2025. Itu terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp806,2 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) senilai Rp188,7 triliun.
“Pajak dalam hal ini terkumpul Rp683,3 triliun atau 31,2 persen dari target 2025. Bea dan cukai mengumpulkan Rp122,9 triliun, atau 40,7 persen dari target tahun ini, ini cukup bagus, dari sisi persentase,” jelas Sri Mulyani.
“Kalau kita lihat, realisasi April ke Mei, menunjukkan pendapatan negara dari Rp810 (triliun) ke Rp995 (triliun), hampir Rp185 triliun sendiri untuk satu bulan Mei saja. Kita berharap (ada) akselerasi perkembangan pendapatan negara,” tambah dia.
Sementara realisasi belanja negara hingga Mei 2025 tercatat mencapai Rp1.016,3 triliun, setara 28,1 persen dari pagu yang ada di dalam APBN 2025. Itu terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp694,2 triliun, setara 25,7 persen dari pagu dan Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp322,0 triliun, setara 35 persen dari pagu di APBN 2025.
“Keseimbangan primer di dalam APBN hingga Mei 2025 mencatatkan surplus sebesar Rp192,1 triliun. Keseimbangn primer masih mencatat surplus, lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang Rp173,9 triliun,” jelas Sri Mulyani.
“Jadi ini adalah postur APBN yang semua posnya ini dipengaruhi ekonomi global, geopolitik, masalah perang, bisa berdampak pada penerimaan negara, karena spillover masuk dari pertumbuhan ekonomi, hingga harga komoditas,” kata dia.