Siapkah Indonesia Satukan Semua Penerimaan Negara di Bawah Satu Atap?

Ilustrasi. Foto: Medcom.id.

Siapkah Indonesia Satukan Semua Penerimaan Negara di Bawah Satu Atap?

Ade Hapsari Lestarini • 20 June 2025 07:09

Jakarta: Pemerintah berencana membentuk Badan Penerimaan Negara (BPN). Pembentukan ini kerap disebut akan mendukung optimalisasi pendapatan negara. BPN rencananya akan dibentuk dengan memisahkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Lalu, apakah Indonesia sudah siap secara teknologi dan data untuk menyatukan semua penerimaan negara di bawah satu atap?

Pemerhati Kebijakan Fiskal Bambang Aryogunawan mengatakan, ketentuan sebagaimana dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 81 tahun 2024 tanggal 31 Desember 2024 tentang Pembaharuan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) atau dikenal juga sebagai Core Tax Administration System (CTAS/CORETAX), telah melegitimasi penggunaan tekhnologi untuk administrasi perpajakan secara terintegrasi.

"Jadi DJP sudah ada teknologi untuk dapat dimanfaatkan untuk integrasi penerimaan. Dalam sistem administrasi kependudukan yang dikelola Dirjen Dukcapil, Kementerian Dalam Negeri, Nomor Induk Kependudukan (NIK) juga telah diintegrasikan dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang dikelola oleh DJP. Kedepannya NPWP akan digantikan dengan Nomor Identitas yang mungkin lebih terintegrasi dengan data NIK dan data lainnya," ujar Bambang kepada Metrotvnews.com, Kamis, 19 Juni 2025.

Menurut dia, secara kesiapan teknologi Coretax masih mengalami kendala dan masih dalam proses perbaikan. Dengan kata lain, belum 100 persen optimal untuk dapat dimanfaatkan fungsinya. Namun demikian, pemanfaaatan big data sangat mendukung dalam efektivitas operasional BPN. Meskipun demikian, harus dibuat pengaturan yang jelas bagaimana mekanisme pengawasan dan pemanfaatannya serta kewajiban setiap instansi untuk mengintegrasikan datanya.

"Demikian juga penggunaan teknologi AI harus senantiasa dievaluasi untuk menghasilkan pemetaan yang potensial atas kegiatan ekonomi yang memberikan dampak perpajakan. DJP telah menggunakan model Compliance Risk Management (CRM), yang merupakan gabungan big data dan pemanfaatan AI untuk pemetaan kepatuhan WP," jelas Ketua bidang Perpajakan Internasional Perkumpulan Konsultan Praktisi Perpajakan Indonesia (Perkoppi) ini.


Ilustrasi. Foto: dok MI/Ramdani.

 

Baca juga: Menilik Pembentukan Badan Penerimaan Negara
 

BPN akan membentuk sistem perpajakan Indonesia


Di sisi lain, Bambang melihat, dalam jangka panjang BPN dapat diandalkan sepanjang dapat dibuktikan efektivitasnya. Sementara dalam jangka menengah dan jangka pendek, dapat dipercaya oleh masyarakat wajib pajak. Dia pun optimistis BPN dapat dipercaya bukan sekadar pembentukan organisasi baru dan untuk membuat jabatan baru dalam menampung kepentingan pribadi atau golongan.

"Saya optimistis BPN dapat diandalkan sebagai obat untuk meningkatkan tax ratio. Penyampaian informasi secara terbuka. Proses pengusulan secara ilmiah melalui kajian seharusnya dimintakan juga pendapat secara ilmiah kepada masyarakat melalui suatu diskusi terbuka," papar dia.

Bambang menambahkan, reformasi penerimaan negara melalui BPN akan berdampak pada pola kegiatan ekonomi masyarakat dan tentu masyarakat harus melakukan penyesuaian kegiatan ekonominya. Sebagai contoh penerapan Coretax yang masih menemui kendala, berdampak pada kesulitan masyarakat melakukan aktivitas ekonominya. Dalam situasi tersebut kemudahan pelayanan harusnya dikedepankan, sehingga masyarakat mendukung digitalisasi administrasi secara sukarela.

"Jadi proses pengusulan, pembentukan BPN yang transparan untuk kepentingan nasional akan memberikan optimisme penerimaan negara yang lebih baik di masa mendatang," ujar Rekan Partner HSR Tax Service ini.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Ade Hapsari Lestarini)