Surabaya: Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Surabaya menetapkan seorang pemuda berinisial ABZ, 22, sebagai tersangka atas dugaan eksploitasi seksual terhadap anak. Ironisnya korban yang masih berusia 16 tahun adalah pacar pelaku sendiri.
Wakasat Reskrim Polrestabes Surabaya, Kompol Aji Prabowo, menjelaskan ABZ memanfaatkan hubungan asmara dengan korban berinisial DKP untuk kepentingan pribadi. Pelaku memaksa korban melayani pria hidung belang dalam layanan seksual berbayar atau open BO.
“Pelaku menawarkan korban dengan tarif Rp200.000 hingga Rp500.000 per transaksi, dan mengambil keuntungan pribadi antara Rp50.000 hingga Rp100.000 dari setiap transaksi,” kata Aji saat dikonfirmasi, Rabu, 6 Agustus 2025.
Berdasarkan hasil penyelidikan, pelaku ABZ pertama kali mengenal DKP pada Maret 2025 melalui perantara teman. Hubungan mereka berlanjut pacaran pada Mei. Namun di balik kedekatan tersebut, ABZ diduga memiliki motif tersembunyi.
“Hubungan pacaran ini dijadikan kedok. Pelaku sengaja menjalin hubungan dengan korban untuk mengeksploitasinya secara ekonomi. Ini murni bentuk kejahatan eksploitasi seksual anak,” jelas Aji.
Menurut Aji pengungkapan kasus ini bermula dari laporan orang tua korban yang curiga karena anaknya tak kunjung pulang selama beberapa hari. Laporan tersebut diterima oleh Tim Resmob, yang kemudian melakukan penggerebekan di sebuah hotel kawasan Jalan Kayoon, Genteng, Surabaya, pada Sabtu, 2 Agustus 2025.
Dari penggerebekan tersebut, polisi mengamankan tiga orang untuk dimintai keterangan. Setelah pemeriksaan lebih lanjut, dua orang dinyatakan sebagai saksi, sedangkan ABZ ditetapkan sebagai tersangka utama.
Barang bukti yang turut diamankan dalam kasus ini antara lain satu unit handphone milik pelaku dan KTP yang digunakan saat melakukan transaksi.
ABZ dijerat dengan Pasal 81 UU No. 17 Tahun 2016 jo. Pasal 76D UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, serta Pasal 2 dan Pasal 17 UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
"Ancaman hukuman bagi pelaku minimal 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp 5 miliar. Karena korban masih di bawah umur, maka hukumannya akan ditambah sepertiga dari pidana pokok," ujar Aji.