Menhan Israel Ingin Kurung Warga Gaza di 'Kota Humanitarian' di Atas Reruntuhan Rafah

Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, berpidato dalam sebuah upacara di Yerusalem. (EFE/EPA/ABIR SULTAN)

Menhan Israel Ingin Kurung Warga Gaza di 'Kota Humanitarian' di Atas Reruntuhan Rafah

Riza Aslam Khaeron • 9 July 2025 14:36

Tel Aviv: Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengumumkan rencana kontroversial untuk menempatkan seluruh warga Gaza dalam sebuah "kota humanitarian" yang dibangun di atas reruntuhan Rafah.

Melansir laporan media Israel pada 7 Juli 2025, Katz menyampaikan bahwa ia telah memerintahkan militer dan kementeriannya untuk mempercepat penyusunan skema pemusatan warga Palestina di zona baru tersebut, yang akan dikelola oleh lembaga internasional namun diamankan dari kejauhan oleh militer Israel.

Menurut rencana yang dipaparkan Katz, tahap awal kota ini akan menampung sekitar 600.000 pengungsi Palestina yang kini berada di Mawasi, setelah sebelumnya terusir dari wilayah lain di Gaza. Setiap warga akan disaring untuk memastikan tidak ada anggota Hamas yang masuk ke zona tersebut.

"Warga Palestina tidak akan diizinkan keluar dari zona ini," ujar Katz dalam briefing kepada media.

Dalam visinya, seluruh penduduk sipil Gaza—lebih dari dua juta orang—akan dikumpulkan di zona tersebut, yang dikontrol oleh IDF dari kejauhan, sedangkan pengelolaan kebutuhan sehari-hari warga akan ditangani oleh lembaga internasional. Rencana ini juga mencakup pembangunan empat titik distribusi bantuan di dalam area tersebut.

Katz menekankan keinginannya agar warga Palestina "bermigrasi secara sukarela" ke negara-negara lain, menilai rencana ini "harus diwujudkan" demi stabilitas kawasan.

Namun, hingga kini tidak jelas apakah zona ini juga akan berfungsi sebagai tempat transit seperti skema Humanitarian Transit Areas yang pernah dilaporkan, di mana warga Gaza bisa tinggal sementara, menjalani deradikalisasi, reintegrasi, dan persiapan relokasi ke negara ketiga.
 

Baca Juga:
AS–Israel Intensifkan Negosiasi Gencatan Senjata Gaza, Tinggal Satu Isu Tersisa

Direktur Jenderal Kementerian Pertahanan Israel, Amir Baram, telah mulai mematangkan rincian teknis zona humanitarian tersebut. Katz menegaskan zona ini tidak akan dikelola langsung oleh IDF, melainkan oleh lembaga internasional, sampai saat ini belum ada kejelasan organisasi mana yang siap terlibat, selain Gaza Humanitarian Foundation yang didukung Israel dan Amerika Serikat.

Kekhawatiran juga muncul bahwa Israel akan mendirikan pemukiman baru di wilayah yang telah dikosongkan secara paksa. Meski Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menegaskan tidak ada rencana resmi ke arah itu, namun tekanan dari mitra koalisi kanan di pemerintahan Israel untuk membuka permukiman baru tetap tinggi.

Pernyataan Katz disampaikan beberapa saat setelah Netanyahu terbang ke Amerika Serikat untuk bertemu Presiden Donald Trump guna membahas upaya penyelesaian perang di Gaza dan negosiasi pembebasan sandera. 

"Kami (pemerintah Israel) bertekad memastikan Gaza tidak lagi menjadi ancaman bagi Israel. Itu berarti satu hal: menyingkirkan seluruh kemampuan militer dan pemerintahan Hamas di Gaza. Hamas tidak akan ada di sana," tegasnya kepada para wartawan Israel sebelum berangkat ke Washington, 6 Juli 2025.

Di sisi lain, pemerintah Israel ingin mempertahankan koridor strategis di utara Rafah (Morag Corridor) dan mengelola zona humanitarian di selatan sebagai bagian dari potensi perjanjian masa depan.

Sementara itu, perundingan tidak langsung dengan Hamas di Doha masih terus berlangsung, namun sejumlah persyaratan dianggap Israel "tidak dapat diterima". Kini, hampir 70 persen wilayah Gaza berada di bawah kendali militer Israel.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Surya Perkasa)