Pengamat pertanian Khudori. Foto: Metrotvnews.com/Husen.
M Ilham Ramadhan Avisena • 20 July 2025 12:53
Jakarta: Wacana mengenai beras oplosan kembali mengemuka, menimbulkan kegelisahan di tengah masyarakat dan pelaku usaha perberasan. Sejumlah pemberitaan dan pernyataan resmi yang menggunakan istilah tersebut menimbulkan kesan seolah telah terjadi praktik curang secara luas di sektor distribusi beras.
Pengamat pertanian Khudori menyatakan, dalam praktik industri perberasan, pencampuran atau oplos merupakan bagian dari proses yang legal dan dibutuhkan dalam standar produksi. Saat beras dihasilkan dari proses penggilingan, outputnya terdiri dari butir utuh, patah, dan menir.
Untuk mencapai standar mutu tertentu, baik medium maupun premium, produsen melakukan pencampuran sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam regulasi.
"Memaknai oplos secara negatif telah menimbulkan keresahan, terutama masyarakat konsumen. Produsen pun jadi sasaran tembak," kata Khudori melalui keterangan tertulis, Minggu, 20 Juli 2025.
Menurut Khudori, selama pencampuran dilakukan secara transparan dan sesuai standar mutu, maka tidak dapat disebut sebagai pelanggaran. Justru praktik itu membantu menjaga kualitas produk secara konsisten, karena gabah yang digiling tidak selalu menghasilkan mutu seragam.
"Di industri perberasan, gabah yang diolah akan menghasilkan beras utuh, pecah, menir, serta sekam dan dedak. Untuk membuat beras premium atau medium, pencampuran butir patah dan menir sesuai kadar yang diizinkan regulasi adalah hal normal. Oplos ini bukan pelanggaran," tegas Khudori.
Persoalan, lanjut dia, baru muncul jika pencampuran digunakan untuk menipu konsumen, misalnya dengan menjual beras kualitas rendah sebagai premium tanpa informasi yang jujur.
Dalam konteks itulah, praktik tersebut bisa dikategorikan sebagai tindakan melawan hukum. "Mencampur atau mengoplos yang dilarang adalah untuk menipu," tutur Khudori.
Baca juga: Bulog 'Pelototi' Seluruh Gudang Biar Kualitas Beras Terjamin |