Kanada, Inggris, dan Prancis Ancam Israel jika Tidak Hentikan Operasi Militer di Gaza

Bendera Kanada, Inggris, dan Prancis. (Les Chatfield/Wikimedia Commons)

Kanada, Inggris, dan Prancis Ancam Israel jika Tidak Hentikan Operasi Militer di Gaza

Riza Aslam Khaeron • 20 May 2025 14:30

Gaza: Tiga negara besar, yaitu Kanada, Inggris, dan Prancis, secara terbuka mengancam akan mengambil tindakan konkret terhadap Israel apabila negara itu tidak menghentikan operasi militernya di Gaza.

Dalam pernyataan bersama yang dirilis pada Senin, 19 Mei 2025, para pemimpin negara tersebut mengecam tindakan Israel yang disebut sebagai "tindakan keterlaluan" dan menyebut bahwa "tingkat penderitaan manusia di Gaza sudah tidak tertahankan."

"Kami tidak akan tinggal diam sementara Pemerintah Netanyahu terus melakukan tindakan keterlaluan ini. Jika Israel tidak menghentikan ofensif militer yang baru dan mencabut pembatasan terhadap bantuan kemanusiaan, kami akan mengambil tindakan konkret lebih lanjut sebagai respons," bunyi pernyataan bersama yang dirilis oleh Kantor Perdana Menteri Kanada, dikutip dari dokumen resmi, Selasa, 20 Mei 2025.

Para pemimpin Kanada, Inggris, dan Prancis juga mengecam keras komentar sejumlah menteri Israel yang mengancam akan memaksa warga sipil Palestina untuk pindah secara permanen dari Gaza. Mereka menegaskan bahwa pemindahan penduduk secara permanen melanggar hukum kemanusiaan internasional.

Ketiganya juga menyatakan bahwa Israel harus segera menghentikan perluasan permukiman di Tepi Barat yang dinilai ilegal dan mengancam solusi dua negara.

"Kami tidak akan ragu untuk mengambil tindakan lebih lanjut, termasuk sanksi yang ditargetkan," tulis pernyataan itu.

Para pemimpin Kanada, Inggris, dan Prancis juga menyatakan dukungan kuat terhadap upaya gencatan senjata yang dimediasi oleh Amerika Serikat, Qatar, dan Mesir. Mereka menekankan bahwa jalan menuju solusi dua negara merupakan satu-satunya cara untuk mengakhiri penderitaan warga sipil dan mencapai stabilitas jangka panjang di kawasan.

"Kami berkomitmen untuk mengakui negara Palestina sebagai kontribusi nyata dalam mewujudkan solusi dua negara dan siap bekerja dengan semua pihak untuk mencapai tujuan tersebut," bunyi bagian akhir pernyataan resmi, dikutip dari dokumen pemerintah Kanada, Selasa, 20 Mei 2025.

Mereka juga menyatakan dukungan terhadap Konferensi Tingkat Tinggi PBB tentang Solusi Dua Negara yang akan digelar di New York pada 18 Juni 2025, yang dipimpin bersama oleh Arab Saudi dan Prancis. Konferensi ini disebut sebagai forum penting untuk menyatukan konsensus internasional demi masa depan Gaza dan Palestina.
 

Baca Juga:
Macron Tolak Keras Perluasan Operasi Militer Israel di Gaza
 

Respons Netanyahu

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu langsung menanggapi ultimatum tersebut dengan pernyataan yang keras. Mengutip The Guardian pada Selasa, 20 Mei 2025, Netanyahu menyebut bahwa pernyataan para pemimpin Eropa tersebut adalah "hadiah besar bagi Hamas dalam perang ini."

"Dengan meminta Israel mengakhiri perang demi bertahan hidup kami sebelum teroris di perbatasan dihancurkan dan dengan menuntut negara Palestina, para pemimpin di London, Ottawa, dan Paris menawarkan hadiah besar atas serangan genosida terhadap Israel pada 7 Oktober sambil mengundang kekejaman lebih lanjut," ujar Netanyahu dalam pernyataan resmi kantornya, dikutip dari The Guardian, Selasa, 20 Mei 2025.

Netanyahu mengatakan bahwa semua pemimpin Eropa seharusnya mengikuti contoh Presiden AS Donald Trump yang memberikan dukungan penuh terhadap Israel. Ia menyatakan bahwa perang dapat segera diakhiri jika Hamas memenuhi sejumlah syarat mutlak.

"Perang ini dapat berakhir besok jika sandera yang tersisa dibebaskan, Hamas meletakkan senjata, para pemimpinnya diasingkan, dan Gaza didemiliterisasi. Tidak ada negara yang dapat menerima tuntutan yang lebih rendah dari itu dan Israel tentu tidak akan melakukannya," ujar Netanyahu.

"Ini adalah perang antara peradaban melawan kebiadaban. Israel akan terus membela dirinya dengan cara yang adil hingga kemenangan total tercapai," tegas Netanyahu, dikutip dari The Guardian, Selasa, 20 Mei 2025.

Ultimatum Eropa datang justru saat Israel sedang melancarkan operasi besar-besaran bertajuk "Kereta Perang Gideon" atau Operation Gideon's Chariots, yang diluncurkan sejak 18 Mei 2025.

Operasi ini diklaim sebagai serangan darat terbesar sejak perang dimulai, dengan target perluasan kendali militer atas Gaza dan penghancuran total infrastruktur Hamas di wilayah selatan dan utara.

Melansir Al-Jazeera, sejak dimulainya operasi, lebih dari 370 warga Gaza tewas dalam lima hari, dan lebih dari 670 lokasi dihantam serangan udara dan darat.

Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, lebih dari 53.475 warga Palestina telah tewas sejak perang dimulai dan lebih dari 121.000 lainnya terluka. Namun, Pemerintah Media Hamas menyebut angka korban mencapai lebih dari 61.700 orang, dengan ribuan lainnya masih hilang di bawah reruntuhan dan diduga tewas.

Konflik ini juga telah menewaskan sekitar 1.139 orang di Israel dalam serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 dan lebih dari 200 orang diculik.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Surya Perkasa)