Ilustrasi. Metrotvnews.com.
Ihfa Firdausya • 19 May 2025 23:33
Jakarta: Sejumlah sejarawan dan tokoh publik yang tergabung dalam Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia (AKSI) menolak proyek penulisan sejarah resmi Indonesia yang digagas Kementerian Kebudayaan. Hal itu disampaikan dalam manifesto yang dibacakan pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin, 19 Mei 2025.
Penolakan itu berdasarkan beberapa pokok pemikiran. Pertama, rencana penulisan sejarah Indonesia secara nyata dianggap merupakan kehendak untuk melaksanakan suatu proyek yang masif berupa rekayasa masa lalu bangsa Indonesia dengan tafsir tunggal.
"Dalam lingkup proses rekayasa itu tampak tertanam tujuan pokok kepentingan pemerintah untuk menegakkan suatu bangunan atau rekonstruksi sejarah monumental tertentu. Tindakan itu merupakan cara halus pemerintah untuk mengontrol pemikiran rakyat dan memonopoli kebenaran atas sejarah bangsa," ungkap Ketua AKSI Marzuki Darusman.
Atas dasar fiksi politik tersebut, pemerintah dianggap menggunakan mandat sejarah untuk menegakkan suatu tatanan politik atau orde tertentu. Pada poin lain, seluruh proyek penulisan sejarah Indonesia oleh Kementerian Kebudayaan dinilai sebagai sebuah sejarah buatan yang melebihi interpretasi tentang sejarah sebagai sumber daya ilham politik dan identitas kebangsaan.
"Pemerintah bukanlah satu-satunya penafsir tunggal atas sejarah bangsa. Suara rakyat sebagai korban dari tindakan dan kebijakan pemerintah tidak boleh dihilangkan haknya untuk menjelaskan pengalaman sejarahnya," tambah Wakil Ketua AKSI Sulistyowati Irianto.
Sejarawan Asvi Warman Adam mengatakan pengalaman kesejarahan bangsa Indonesia disebut menjadi rujukan sejarah dunia. "Penjamahan sejarah sekecil apa pun oleh kekuasaan, apalagi penulisan sejarah tunggal Indonesia oleh Kementerian Kebudayaan, perlu dihentikan dan ditolak," ujar Asvi.
Baca juga: Rencana Penulisan Ulang Sejarah Nasional, Komisi X Ingatkan Pentingnya Keterbukaan |