Didukung Presiden Prabowo, Pengesahan RUU Perampasan Aset Semakin Mendesak

Ilustrasi. Foto: Dok Metrotvnews.com

Didukung Presiden Prabowo, Pengesahan RUU Perampasan Aset Semakin Mendesak

Eko Nordiansyah • 2 May 2025 21:03

Jakarta: Pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Perampasan Aset bukan sekadar langkah mengatasi ketimpangan antara kerugian negara akibat korupsi dan restitusi yang diterima oleh negara. Pengesahan RUU ini menjadi instrumen penting dalam upaya pemberantasan korupsi.

Pengamat Hukum dan Pembangunan Hardjuno Wiwoho mengatakan, pengesahan RUU Perampasan Aset ini harus terus diupayakan sesegera mungkin guna mewujudkan pemberantasan korupsi yang komprehensif. Ia menegaskan pengesahan aturan ini sangat krusial.

“Urgensi pengesahan RUU Perampasan Aset menjadi sangat krusial saat ini, sejalan dengan komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam membasmi korupsi secara efektif dan efisien,” ujar Hardjuno dalam keterangan persnya di Jakarta, Jumat, 2 Mei 2025.

Pernyataan ini merespon pidato Presiden Prabowo dalam Hari Buruh Internasional (May Day) di Monas, Jakarta yang mendukung penuh percepatan pembahasan RUU Perampasan Aset. Presiden menilai regulasi ini penting untuk memberantas korupsi dan mengembalikan aset negara.

"Dalam rangka juga pemberantasan korupsi, saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Saya mendukung," kata Prabowo.

Bahkan secara tegas Presiden Prabowo nyatakan bahwa UU Perampasan Aset diperlukan untuk mengembalikan aset negara yang diambil oleh koruptor. "Enak saja sudah nyolong enggak mau kembalikan aset, gue tarik saja," tegas Prabowo.
 

Baca juga: 

Fraksi NasDem Dukung Percepatan Pembahasan RUU Perampasan Aset



RUU Perampasan Aset ini telah dirancang sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan bahkan sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sejak 2012, saat Kementerian Hukum dan HAM memasukkannya sebagai usulan prioritas pemerintah.

“Draf ini sudah ada sejak era Mahfud MD menjabat Menkopolhukam di era Pak Jokowi. Tapi sebelumnya pun, sudah berkali-kali masuk Prolegnas, bahkan sejak 2012. Artinya, kita sudah lebih dari satu dekade gagal mewujudkan instrumen hukum untuk mengembalikan aset,” tegas Hardjuno.

Menurutnya, RUU ini sangat penting sebagai “lex specialis” untuk menutup celah hukum dalam pengembalian aset hasil kejahatan, termasuk korupsi, tanpa harus menunggu putusan pidana. Ia menegaskan, mekanisme pembuktian terbalik dalam RUU ini tidak melanggar asas praduga tak bersalah.

“Negara kehilangan triliunan rupiah aset hasil korupsi yang tidak bisa disentuh karena tidak ada payung hukumnya. Kita ketinggalan dibanding negara lain seperti Inggris, Swiss, atau bahkan negara tetangga yang sudah punya rezim perampasan aset non-konviktif,” ujar Hardjuno.

Pemerintah dan DPR harus bergerak cepat

RUU Perampasan Aset terakhir kali diajukan oleh pemerintah ke DPR melalui Surat Presiden Nomor R-22/Pres/05/2023 pada Mei 2023. Namun hingga kini belum masuk Prolegnas Prioritas 2025. Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, menyebut pembahasannya “menyangkut urusan politik”.

Hardjuno menegaskan bahwa pernyataan Presiden Prabowo seharusnya menjadi sinyal pemutus kebuntuan politik itu. Ia menegaskan, sekarang tinggal eksekusi RUU saja. Jika tetap mandek, maka rakyat berhak curiga siapa yang sebenarnya takut RUU ini disahkan.

“Sejarah panjang ini menunjukkan bahwa perlawanan terhadap korupsi tidak cukup hanya dengan pidato. Perlu keberanian politik untuk mengakhiri siklus pembiaran. Dan momen ini dengan Presiden Prabowo yang sudah menyatakan sikap adalah peluang terakhir untuk membuktikan komitmen itu,” pungkas Hardjuno.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Eko Nordiansyah)