Legislator Dorong Penyusunan Turunan UU TPKS Dipercepat

Ilustrasi. Foto: Medcom

Legislator Dorong Penyusunan Turunan UU TPKS Dipercepat

Media Indonesia • 25 January 2025 12:21

Jakarta: Anggota Komisi XIII DPR RI Raja Faisal Manganju Sitorus mendorong percepatan penyelesaian peraturan turunan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Sejak pengesahan pada 2,5 tahun lalu, tersisa 3 dari 7 peraturan pelaksana dari UU TPKS yang belum ditetapkan pemerintah.

Raja Faisal mengatakan belum terbitnya peraturan turunan tersebut menjadi hambatan dalam implementasi di lapangan. “Peraturan turunan dari UU TPKS sangat penting untuk memastikan pelaksanaan pendampingan korban di daerah. Kita perlu mendorong pemerintah agar segera menyelesaikan regulasi ini,” kata Faisal saat dikutip dari Media Indonesia, Sabtu, 25 Januari 2025.

Dia menilai aturan turunan UU TPKS sangat penting karena maraknya kasus kekerasan sekusal terhadap perempuan, termasuk di lingkungan pondok pesantren. Salah satunya kasus kekerasan seksual yang terjadi di Kota Semarang. Sebanyak enam santriwati menjadi korban pelecehan.

Raja Faisal mendorong pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) di setiap wilayah. Unit tersebut nantinya memberikan pendampingan kepada para korban.
 

Baca juga: Macan Ompong UU TPKS

“Saya berharap ke depan setiap daerah memiliki UPTD agar kasus-kasus seperti ini mendapatkan perhatian dan pendampingan yang memadai,” ujar dia.

Anggota Komisi XIII DPR RI Meity Rahmatia juga menyoroti tingginya angka kekerasan terhadap perempuan di Indonesia. Data 2023 menunjukan jumlah kasus kekerasan berbasis gender di Indonesia mencapai angka yang mengkhawatirkan.

“Badan Peradilan Agama mencatat 279.503 kasus, sementara Komnas Perempuan mencatat 289.111 kasus, meliputi kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan seksual, dan kekerasan berbasis gender online (KBGO) yang jumlahnya terus meningkat,” kata Meity.
 
Meity menegaskan pentingnya perhatian serius terhadap korban kekerasan, khususnya di daerah-daerah yang masih minim akses pendampingan.

“Pelayanan korban dan sistem pelaporan yang responsif ini penting. Di daerah saya, misalnya, terdapat pojok-pojok pengaduan kekerasan perempuan, tetapi outputnya belum terasa,” ujar dia. (Ihda Firdausya)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Anggi Tondi)