Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Foto: Dok. Metrotvnews.com
Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menerima 114 aduan pelanggaran HAM terkait Proyek Strategis Nasional (PSN). Hal itu disampaikan Komisioner Komnas HAM Saurlin P Siagian dalam sidang uji materi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
“Dalam tiga tahun terakhir, kami mencatat ada sedikitnya 114 pengaduan terkait PSN yang berpotensi melanggar hak asasi manusia,” ujar Saurlin saat memberikan keterangan di hadapan Majelis Hakim Konstitusi, Selasa, 7 Oktober 2025.
Saurlin mengatakan hal itu akibat pelaksanaan PSN yang diatur dalam UU Cipta Kerja. Dia menekankan bahwa pendekatan pembangunan dalam UU Cipta Kerja tidak boleh hanya mengejar pertumbuhan ekonomi semata, tetapi harus menjamin kebebasan substantif warga negara.
“Pendekatan pembangunan yang diatur dalam UU Cipta Kerja seharusnya tidak sekadar berorientasi pada angka pertumbuhan ekonomi. Pembangunan harus menjadi sarana memperluas kebebasan substantif warga negara,” ucap Saurlin.
Menurut dia, masalah yang ditemui Komnas HAM berulang. Mulai dari penggusuran paksa hingga degradasi lingkungan.
“Permasalahan yang muncul cenderung berulang, ada penggusuran paksa, kompensasi yang tidak layak, relokasi tanpa persetujuan warga, serta degradasi lingkungan,” ucap Saurlin.
Komnas HAM. Foto: Dok. MI
Ia menyebut sejumlah kasus konkret yang pernah ditangani Komnas HAM, seperti Wadas di Jawa Tengah, Rempang di Kepulauan Riau, Mandalika di Nusa Tenggara Barat. Kemudian, pembukaan hutan di Papua, dan kawasan Industri Morowali di Sulawesi Tengah.
“Semua kasus itu memiliki pola yang mirip, keputusan diambil secara top-down, minim konsultasi bermakna, dan diiringi dengan pengamanan berlebihan yang justru memicu konflik,” tegas Saurlin.
Saurlin juga mengkritik praktik di lapangan yang menunjukkan bahwa instrumen analisis dampak HAM (hamdal) sering kali hanya dijadikan dokumen administratif tanpa makna substantif. Instrumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dinilai hanya dijadikan dokumen formal, bukan alat perlindungan.
“Aparat sering diberi peran berlebihan untuk menekan perbedaan pendapat. Dampaknya, masyarakat kehilangan ruang untuk menolak atau berdiskusi,” ujar Saurlin.
Dari hasil kajian lapangan dan pemantauan, Komnas HAM menyimpulkan bahwa norma PSN dalam UU Cipta Kerja mengandung kekaburan hukum. Sekaligus berpotensi melanggar prinsip negara hukum serta kepastian hukum.
“Norma PSN dalam UU Cipta Kerja kabur dan bertentangan dengan prinsip negara hukum. Pelaksanaan PSN di lapangan secara nyata telah melanggar hak atas hidup yang sehat, hak atas rasa aman, dan hak atas properti warga,” kata Saurlin.
Selain itu, Saurlin menekankan terdapat kesenjangan besar antara tujuan ideal PSN di atas kertas dengan realitas di lapangan. Banyak proyek PSN justru menimbulkan konflik sosial, kriminalisasi warga, dan kerusakan lingkungan serius.
“Instrumen lingkungan tidak berjalan efektif. Banyak PSN yang justru merusak ekosistem dan menimbulkan penggusuran warga tanpa kompensasi adil,” ujar Saurlin.
Pelibatan aparat keamanan dalam proyek-proyek tersebut dinilai berlebihan dan mengancam perlindungan HAM secara menyeluruh. Hal itu juga menimbulkan rasa takut di masyarakat.
“Masyarakat adat menjadi korban terbesar seperti kehilangan tanah, budaya, dan identitas mereka. Ini bukan hanya persoalan ekonomi, tetapi juga keberlanjutan hidup,” pungkas Saurlin