Dampak Tarif Trump Disebut Tak Bikin Ekonomi RI Ambruk

Chief Economist Citi Indonesia Helmi Arman. Foto: Metrotvnews.com/Laura Oktaviani Sibarani.

Dampak Tarif Trump Disebut Tak Bikin Ekonomi RI Ambruk

Husen Miftahudin • 26 April 2025 12:06

Jakarta: Chief Economist Citi Indonesia Helmi Arman meyakini tarif perdagangan yang diumumkan Pemerintah Amerika Serikat (AS) terhadap perekonomian Indonesia tak akan berdampak signifikan. Meskpun, sistem perdagangan global akan berubah secara signifikan.

Ia pun membeberkan proyeksi tiga lapisan tarif yang akan diterapkan AS terhadap negara-negara mitra dagangnya. Lapisan pertama, tarif terendah sekitar 10 persen, diperkirakan akan dikenakan pada negara-negara yang memiliki hubungan ekonomi dan politik erat dengan AS, seperti Jepang dan Korea Selatan. Lapisan kedua, tarif tertinggi di atas 50 persen, kemungkinan akan ditujukan kepada Tiongkok sebagai kompetitor strategis.  

"Meskipun dampak perang tarif akan terasa, analisis Citi menunjukkan dampaknya terhadap Indonesia relatif lebih moderat dibandingkan negara lain, berkat rasio ekspor dan investasi asing terhadap PDB yang lebih rendah." ujar Helmi dalam konferensi pers di Hotel Ayana MidPlaza, dikutip Sabtu, 26 April 2025.

Lapisan ketiga, lanjut dia, tarif menengah antara 10 persen dan tarif tertinggi, akan dikenakan pada negara-negara dengan hubungan kuat baik dengan AS maupun Tiongkok. Indonesia, bersama beberapa negara ASEAN lainnya seperti Vietnam, diperkirakan termasuk dalam lapisan tarif menengah ini.

Dampak dari kebijakan tarif AS ini akan bersifat langsung dan tidak langsung. Dampak langsung berupa potensi penurunan ekspor ke AS akibat melemahnya permintaan (demand) dan hilangnya daya saing (competitiveness) produk-produk ekspor Indonesia dibandingkan negara-negara yang dikenai tarif lebih rendah.

Sementara dampak tidak langsung meliputi penurunan ekspor ke negara-negara selain AS akibat melemahnya perekonomian global dan penurunan investasi akibat terganggunya rantai pasokan global.

Helmi menambahkan, dampak moderat terhadap Indonesia atas tarif AS itu karena rasio ekspor terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan rasio Penanaman Modal Asing (FDI) terhadap PDB lebih besar. Vietnam, misalnya, diperkirakan akan mengalami dampak yang lebih signifikan.

Namun, Indonesia tetap rentan, mengingat hampir setengah dari ekspor Indonesia ke AS berasal dari industri padat karya seperti tekstil, sepatu, dan kulit. Pelemahan permintaan dari AS berpotensi berdampak negatif pada industri-industri ini.
 

Baca juga: Proses Negosiasi Tarif Impor AS Masuk Tahap Lanjutan


(Aktivitas perdagangan internasional. Foto: Medcom.id)
 

Ekspor Indonesia bakal tertekan


Pertanyaan mengenai potensi Indonesia untuk menjadi lebih kompetitif dibandingkan Vietnam dan Kamboja dalam ekspor ke AS dijawab oleh Helmi dengan kemungkinan baru akan terlihat pada 2026 atau 2027. Pada 2025, diperkirakan pelemahan ekonomi AS akan menurunkan permintaan secara umum, berdampak pada semua negara pengekspor.

Selain dampak langsung, dampak tidak langsung lainnya yang diprediksi adalah melemahnya permintaan ekspor produk sumber daya alam dan hasil perindustrian ke Tiongkok, mengingat Tiongkok juga diperkirakan akan terkena dampak besar dari perang tarif ini.

Volatilitas di pasar keuangan juga menjadi dampak tidak langsung yang telah terlihat, terutama di April dan Mei, yang merupakan musim repatriasi dividen perusahaan-perusahaan di Indonesia dengan pemegang saham asing.

Namun, kebijakan pengetatan retention period devisa hasil ekspor membantu menopang pasokan valuta asing dalam negeri, terlihat dari peningkatan cadangan devisa Bank Indonesia di Maret 2025.

Melihat ke depan, Citi memperkirakan ruang penurunan suku bunga di Indonesia akan lebih terbuka.  Meskipun The Fed (bank sentral AS) mungkin masih khawatir dengan inflasi pada Mei, diperkirakan The Fed akan mulai menurunkan suku bunga pada Juni seiring dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi AS (dari 2,8 persen pada tahun lalu menjadi sekitar 1,0 persen pada tahun ini).

"Penurunan suku bunga global ini akan memungkinkan Bank Indonesia menurunkan suku bunga tanpa harus terlalu khawatir terhadap capital outflow dan pelemahan nilai tukar rupiah," jelas Helmi.

Hal ini juga diperkirakan akan meningkatkan minat investor asing terhadap obligasi Indonesia, terutama obligasi jangka pendek. Namun, investor masih akan memantau kebijakan fiskal Indonesia sebagai respons terhadap melemahnya prospek pertumbuhan ekonomi. (Laura Oktaviani Sibarani)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Husen Miftahudin)