BNPB: 81 Persen Wilayah Indonesia Rawan Gempa Bumi

Sebaran gunung api dan tektonik lempeng di Indonesia. (magma Indonesia)

BNPB: 81 Persen Wilayah Indonesia Rawan Gempa Bumi

Lukman Diah Sari • 29 September 2025 23:17

Padang: Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Suharyanto mengungkap bahwa sebagian besar wilayah Indonesia rawan bencana gempa bumi. Hal itu disampaikan Suharyanto saat pembukaan 3rd ICDMM di Universitas Andalas, Kota Padang, Sumatra Barat, Senin, 29 September 2025.

“Delapan puluh satu persen wilayah Indonesia rawan bencana gempa,” kata Suharyanto.

Suharyanto mengungkap beberapa kejadian gempa bumi yang mengguncang sejumlah daerah, sebagai sesar yang baru teridentifikasi. Seperti sesar yang memicu gempa di wilayah Cianjur, Sumedang dan Poso.

Baca juga: 

#OnThisDay: 7 Tahun Tragedi Palu-Donggala, Ribuan Tewas dalam Gempa, Tsunami, dan Likuefaksi


Menurut Suharyanto, kondisi tersebut mendorong perlunya upaya mitigasi yang berbasis bukti ilmiah. Di sisi lain, upaya riset juga harus dilakukan secara kolaboratif dan adatif melibatkan unsur pentaheliks. 

Pada kesempatan itu, Kepala BNPB juga menyampaikan tiga poin terkait dengan mitigasi berbasis riset. Pertama, penguatan riset kebumian untuk pemetaan risiko yang lebih detail. 

“BNPB telah menggunakan hasil riset dari BRIN dan universitas untuk memetakan zona megathrust yang dijadikan dasar dalam menyusun peta evakuasi detail untuk 182 desa rawan tsunami di Indonesia,” ujarnya. 
Baca juga: 

#OnThisDay 19 Agustus: 48 Tahun Lalu Gempa dan Tsunami Menyapu Sumba, Waspada Ancaman Megathrust


Kepala BNPB mengatakan, di tingkat pusat BNPB telah bekerja sama dengan perguruan tinggi untuk memetakan zona megathrust. BNPB belajar dari pengalaman gempa dan tsunami Jepang pada 2011.

“Mungkin yang perlu kita tingkatkan ke depan, di samping membangun rumah tahan gempa juga harus membuat rumah tahan tsunami,” ujar Kepala BNPB. 

Kedua adalah pendekatan struktural berbasis rekayasa. Pada mitigasi jangka panjang untuk gempa dan tsunami megathrust, tata ruang, penguatan bangunan tahan gempa dan penyesuaian bangunan untuk lebih adaptif terhadap tsunami diperlukan untuk meminimalkan dampak bencana. Ketiga, pendekatan non-struktural berbasis masyarakat dan teknologi. 

“Sekali lagi Saya ingin menekankan bahwa perubahan perilaku masyarakat bisa diakselerasi dengan teknologi termasuk pemanfaatan AI untuk simulasi bencana, evakuasi dan kedaruratan. Selain itu, aspek kearifan lokal seperti Rumah Panggung di Sumatra barat dikombinasikan dengan riset etnografi untuk adaptasi budaya yang relevan digunakan di era teknologi,” jelas dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Lukman Diah Sari)