Ruangan rapat paripurna DPR. Foto: Metrotvnews.com/Fachri.
M Rodhi Aulia • 20 March 2025 11:32
Jakarta: DPR RI resmi mengesahkan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) dalam rapat paripurna, Kamis, 20 Maret 2025. Pengesahan ini menuai berbagai tanggapan, mulai dari janji supremasi sipil hingga kekhawatiran tentang keterlibatan TNI dalam jabatan sipil. Berikut tujuh poin kontroversial dari pengesahan RUU ini:
Dalam waktu singkat, RUU TNI langsung disahkan setelah mayoritas anggota DPR menyatakan persetujuan. Ketua DPR RI Puan Maharani memimpin sidang dengan menanyakan kesepakatan anggota.
"Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?" tanyanya.
Serempak, peserta sidang menjawab, "Setuju," diikuti ketukan palu tanda pengesahan. Proses yang cepat ini menimbulkan kritik dari berbagai pihak yang menilai kurangnya transparansi dan partisipasi publik.
Baca juga: Menkum Pastikan Tak Ada Klausul Wajib Militer dalam Revisi UU TNI |
2. Komnas HAM Menolak, DPR Jalan Terus
Komnas HAM meminta agar pengesahan ditunda dengan alasan bahwa revisi UU ini bisa berpotensi melanggar hak asasi manusia. Namun, DPR tetap melanjutkan proses tanpa perubahan berarti. Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menegaskan bahwa draf revisi telah disebarkan ke organisasi masyarakat sipil.
"Kami kemarin sudah share ke teman-teman NGO dan saya rasa saya sudah minta supaya di-upload," ujarnya.
Salah satu sorotan utama adalah kemungkinan kembalinya peran ganda TNI dalam ranah sipil. Ketua Panja RUU TNI, Utut Adianto, menegaskan bahwa tidak ada unsur dwifungsi dalam revisi ini.
"Kami memastikan tak adanya dwifungsi TNI dalam pembahasan revisi UU ini," kata Utut.
Meski demikian, kritik tetap mengemuka karena aturan ini memperbolehkan perwira aktif menduduki jabatan di kementerian atau lembaga sipil tertentu.
Hanya sehari sebelum paripurna, pemerintah menggelar rapat tertutup dengan Komisi I DPR RI. Rapat yang berlangsung selama dua jam ini dihadiri Menkumham Supratman Andi Agtas, Wamenkeu Thomas Djiwandono, Wamenhan Donny Ermawan Taufanto, hingga Wamensesneg Bambang Eko Suhariyanto. Supratman berdalih pertemuan ini hanya untuk memperbaiki hal teknis tanpa mengubah substansi.
Di luar gedung DPR, massa aksi menggelar demonstrasi menolak pengesahan RUU TNI. Polisi mengerahkan 5.021 personel untuk mengamankan aksi unjuk rasa yang berlangsung di depan Kompleks Parlemen Senayan. Massa bahkan mendirikan tenda di pintu masuk DPR sebagai bentuk protes terhadap keputusan ini.
Meski DPR berjanji bahwa draf revisi akan segera diunggah di laman resmi, hingga berita ini ditulis, masyarakat masih kesulitan mengakses dokumen finalnya. Dasco berjanji akan memastikan draf bisa segera diakses.
"Nanti mulai hari ini saya ingatkan lagi supaya hasil bersihnya di-upload, supaya bisa diakses oleh seluruh masyarakat," kata Dasco.
Dengan berbagai kontroversi yang menyertai pengesahan RUU TNI ini, banyak pihak mempertanyakan apakah revisi ini akan memperkuat reformasi TNI atau justru membuka peluang intervensi militer dalam ranah sipil. Janji supremasi sipil yang disampaikan DPR masih diuji oleh waktu.
Pengesahan revisi UU TNI ini menjadi momentum krusial dalam hubungan sipil-militer di Indonesia. Dengan adanya pro dan kontra yang mencuat, bagaimana implementasi aturan ini ke depan akan menjadi sorotan utama masyarakat dan pengamat kebijakan publik.