Ilustrasi. Foto: Medcom.
Insi Nantika Jelita • 17 March 2025 19:00
Jakarta: Peneliti Ekonomi Makro dan Finansial Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Riza Annisa Pujarama berpendapat membengkaknya jumlah utang luar negeri (ULN) Indonesia akan semakin memberatkan fiskal negara. Hal ini karena bunga utangnya akan menambah beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), ULN Indonesia pada Januari 2025 tercatat sebesar USD427,5 miliar atau setara Rp7.000 triliun (kurs Rp16.383). Angka tersebut naik 5,1 persen secara year on year (yoy) dibandingkan dengan Desember 2024 yang tumbuh 4,2 persen (yoy).
"Dengan peningkatan utang, tentu fiskal akan semakin ketat dan berpotensi mendorong peningkatan tarif pajak," ungkap Riza kepada Media Indonesia, Senin, 17 Maret 2025.
Ia juga berpandangan jika penarikan utang terus dilanjutkan dalam jumlah yang besar dan tidak disalurkan untuk sektor produktif, maka kemungkinan akan terjadi lagi lonjakan utang jatuh tempo.
Dalam 10 tahun terakhir, ujar Riza, telah pemerintahan menarik utang besar hingga terjadi lonjakan utangnya. Berdasarkan data Indef, di 2014 total utang pemerintah sebesar Rp2.608,78 triliun. Lalu, di 2024 total utang pemerintah menembus Rp8.801,09 triliun. Ada penambahan peningkatan hingga Rp6.192,31 triliun.
"Sehingga, dengan utang luar negeri yang besar akan berdampak pada utang jatuh tempo yang membengkak di 2025 hingga 2029," tegas dia.
Ilustrasi mata uang rupiah dan dolar AS. Foto: dok MI/Adam Dwi.
Baca juga: Pemerintah Tarik Utang Terus, Utang Luar Negeri Indonesia Jadi Bengkak di Januari! |