Kerusakan akibat serangan israel di Jalur Gaza. (Anadolu Agency)
Kairo: Pemerintah Mesir menyambut baik pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh 28 negara pada Senin, 21 Juli, yang menyerukan gencatan senjata segera di Jalur Gaza, akses bantuan kemanusiaan tanpa hambatan, serta penghentian genosida yang dilakukan Israel di wilayah tersebut.
Dalam pernyataan resmi, Kementerian Luar Negeri Mesir menyatakan bahwa Kairo “sepenuhnya mendukung” seruan internasional tersebut, yang juga mengecam praktik-praktik Israel di Gaza serta upaya menghalangi bantuan kemanusiaan bagi warga sipil.
Melansir dari Anadolu Agency, Selasa, 22 Juli 2025, Mesir juga menegaskan penolakannya terhadap rencana pemindahan paksa warga Palestina ke kota “kemanusiaan” yang digagas Israel. Langkah itu disebut sebagai “pelanggaran terang-terangan terhadap hukum humaniter internasional.”
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengatakan telah menginstruksikan militer untuk menyiapkan rencana relokasi seluruh warga Palestina ke sebuah “kota kemanusiaan” di reruntuhan Rafah, Gaza selatan.
Pernyataan Mesir juga menyambut baik kecaman terhadap perluasan permukiman ilegal Israel di Tepi Barat dan kekerasan yang dilakukan oleh pemukim Israel terhadap warga Palestina.
Kairo menegaskan kembali komitmennya untuk terus berperan dalam proses mediasi gencatan senjata di Gaza bersama Qatar dan Amerika Serikat. Mesir juga menyerukan komunitas internasional untuk mengambil langkah konkret menuju solusi dua negara, termasuk pembentukan negara Palestina yang berdaulat berdasarkan perbatasan 4 Juni 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
Pelanggaran Hukum Internasional
Sementara itu, kelompok Hamas juga menyambut baik pernyataan bersama puluhan negara tersebut, dan mendorong para penandatangan untuk menerjemahkan deklarasi itu menjadi “langkah-langkah praktis untuk mengakhiri bencana kemanusiaan di Jalur Gaza.”
Hamas memuji pernyataan yang secara eksplisit menyerukan penghentian perang, kemudahan masuknya bantuan kemanusiaan melalui PBB dan lembaga terkait, serta pengakuan bahwa kebijakan kelaparan Israel adalah “pelanggaran nyata terhadap hukum humaniter internasional.”
Sebanyak 28 negara, termasuk Inggris, Australia, Jepang, serta Uni Eropa, dalam pernyataan itu mengecam pembunuhan warga sipil yang dilakukan Israel di Gaza dan menyerukan diakhirinya perang di wilayah terkepung tersebut.
Pernyataan bersama itu menegaskan bahwa penderitaan warga sipil di Gaza telah mencapai “kedalaman baru.”
“Model distribusi bantuan yang diterapkan pemerintah Israel sangat berbahaya, memperparah ketidakstabilan, dan merampas martabat manusia rakyat Gaza,” bunyi pernyataan tersebut.
“Kami mengutuk aliran bantuan yang sangat minim dan pembunuhan tak manusiawi terhadap warga sipil, termasuk anak-anak, yang sekadar berusaha mendapatkan air dan makanan.”
Genosida Israel
Kantor Media Pemerintah Gaza menyebutkan, hingga Minggu kemarin, sebanyak 995 warga Palestina tewas, 6.011 lainnya terluka, dan 45 masih hilang saat berusaha mengakses makanan di titik-titik distribusi bantuan yang dijaga oleh pasukan Israel dan AS sejak 27 Mei.
Israel telah menutup seluruh perbatasan Gaza sejak 2 Maret lalu, secara efektif memutus akses bantuan kemanusiaan dan mempercepat penyebaran kelaparan.
Sejak Oktober 2023, Israel telah menewaskan lebih dari 59.000 warga Palestina di Gaza, mayoritas adalah perempuan dan anak-anak. Kampanye militer tersebut telah menghancurkan infrastruktur Gaza, melumpuhkan sistem kesehatan, dan menyebabkan krisis pangan akut.
November lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya, Yoav Gallant, atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Israel juga tengah menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) terkait perang di Gaza.
Baca juga:
WFP Sebut Kelaparan di Gaza Mencengangkan, Warga Tak Makan Berhari-hari