Ilustrasi. Foto: dok Istimewa.
Insi Nantika Jelita • 11 September 2025 15:06
Jakarta: Ekonom sekaligus analis Samuel Sekuritas Prasetya Gunadi menilai rencana pemerintah menyalurkan dana Rp200 triliun dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) ke perbankan berpotensi menghadirkan risiko baru.
Meski langkah ini dapat memperkuat likuiditas, terdapat kekhawatiran dorongan penyaluran kredit ke segmen berisiko tinggi justru bisa meningkatkan rasio kredit bermasalah (NPL) dan menekan margin bank.
"Risiko muncul apabila terjadi paksaan penyaluran kredit ke segmen berisiko tinggi," ungkap Prasetya dalam keterangan tertulis, Kamis, 11 September 2025.
Dalam skenario terburuk, Prasetya menuturkan, intervensi pemerintah bisa meningkatkan kredit macet dari level saat ini 2,1 persen hingga menembus di atas enam persen. Kondisi tersebut akan mendorong kenaikan biaya pencadangan kerugian (CoC) dan menekan profitabilitas bank.
Dari sisi biaya dana atau cost of fund (CoF), untuk penempatan Rp200 triliun ini dinilai relatif murah karena bunganya hanya sekitar 80 persen dari suku bunga acuan BI (4,0 persen), atau kira-kira 3,2 persen.
Angka ini sedikit lebih rendah dari bunga simpanan yang biasanya dibayar bank besar sekitar 4,3 persen. Jadi bank mendapat sedikit keringanan biaya dana.
Akan tetapi, apabila pemerintah mendorong penyaluran kredit berbunga rendah guna mendukung program nasional, hal ini berpotensi menekan margin bunga bersih (NIM).
"Jika pemerintah kemudian mendorong penyaluran kredit berbunga rendah untuk mendukung program negara, margin bunga bersih (NIM) bank juga berisiko tertekan," jelas Prasetya.
Baca juga: Alasan Menkeu Purbaya Guyur Perbankan Rp200 Triliun |