Stok Membludak, Pemerintah Diminta Segera Salurkan Beras

Ilustrasi gudang beras. Foto: dok Perum Bulog.

Stok Membludak, Pemerintah Diminta Segera Salurkan Beras

Naufal Zuhdi • 1 June 2025 14:52

Jakarta: Stok beras di gudang Bulog akhirnya menembus empat juta ton yang berhasil tercapai pada 29 Mei 2025. Dari jumlah itu, sebanyak 2,4 juta ton di antaranya berasal dari serapan gabah/beras produksi domestik.

Sementara sisanya adalah sisa stok beras akhir tahun lalu, yang sebagian besar berasal dari impor. Stok di gudang Bulog ini masih akan bertambah karena pengadaan masih digenjot hingga mencapai target tiga juta ton.

Di satu sisi, jumlah empat juta ton beras ini tercatat sebagai stok terbesar sepanjang sejarah Bulog berdiri. Di sisi lain, stok yang besar juga menyisakan sejumlah pekerjaan rumah (PR) yang tidak mudah. PR ini muncul karena beras merupakan barang yang tidak tahan lama.

"Idealnya beras hanya disimpan empat bulan. Lebih dari empat bulan beras harus dikeluarkan dari gudang untuk disalurkan agar beras tidak berpotensi turun mutu, bahkan rusak," ungkap pengamat pertanian Khudori, dikutip dari siaran pers yang diterima, Minggu, 1 Juni 2025.

"Beras yang disimpan di gudang sebagai stok mati/stok statis, memerlukan perawatan lumintu. Kian lama penyimpanan kian besar biaya perawatan. Ini akan membebani Bulog sebagai korporasi. Selain itu, terbuka risiko penyusutan volume dan turun mutu," papar dia menambahkan.

Salah satu implikasi dari stok empat juta ton beras tersebut adalah gudang Bulog berkapasitas 3,7 juta ton penuh hingga perlu menyewa gudang berkapasitas 1,4 juta ton yang kemudian membuat Bulog pada triwulan I-2025 merugi sebesar Rp1,4 triliun. PR lainnya adalah rencana penyaluran beras dengan stok jumbo tersebut. 

"Dengan stok empat juta ton berarti Bulog harus bisa menyalurkan 2,8 juta ton agar stok akhir 2025 tersisa 1,2 juta ton. Karena waktu penyaluran tinggal tujuh bulan berarti per bulan harus tersalur 400 ribu ton beras. Ini tidak mudah. Sepanjang sejarah penyaluran, untuk operasi pasar, bantuan, dan lainnya jarang bisa mencapai 400 ribu ton per bulan," beber dia.
 

Baca juga: Jemawa Punya Cadangan 4 Juta Ton, Indonesia Buka Opsi Ekspor Beras ke Malaysia


(Pengamat pertanian Khudori. Foto: Medcom.id/Husen)
 

Beras bisa diekspor, tetapi jangan sekarang


Di sisi lain, tambah Khudori, saat ini setidaknya ada ratusan ribu ton beras berusia 9-14 bulan dan puluhan ribu ton berusia lebih 14 bulan. Agar tidak turun mutu dan susut volume, bahkan rusak, beras itu perlu segera disalurkan.

"Karena penyaluran bulanan harus besar, sebaiknya pemerintah tidak hanya mengandalkan operasi pasar dan bantuan pangan beras yang sudah direncanakan," tuturnya.

Khudori juga tak mempermasalahkan jika stok beras tersebut diekspor ke luar negeri. Namun demikian, opsi ekspor ini sebaiknya dilakukan setelah bisa dipastikan produksi dalam negeri aman untuk memenuhi konsumsi.

"Hal itu belum bisa dipastikan hari-hari ini. Perjalanan produksi tujuh bulan menuju akhir tahun masih penuh dinamika. Ekspor atau tidak sebaiknya dilakukan di akhir September karena produksi sudah mencapai 80 persen hingga 85 persen," tambah dia.

Terakhir, pemerintah perlu mengoreksi kebijakan dengan mengembalikan syarat kualitas pembelian gabah petani. Pembelian gabah tanpa syarat kualitas memang menolong petani, tapi membuka laku lancung yang tidak mendidik. 

"Implikasinya, rafaksi harga gabah mesti diberlakukan lagi. Lalu, harga pembelian beras di Bulog dikoreksi agar menarik, setidaknya Rp13 ribu per kg. Terakhir, HET (Harga Eceran Tertinggi) beras harus disesuaikan. Gabah adalah input beras. Ketika harga gabah naik, tidak masuk akal jika harga beras tidak disesuaikan," terang Khudori.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Husen Miftahudin)