Gedung Merah Putih KPK. Foto: Medcom.id/Candra Yuri Nuralam.
Candra Yuri Nuralam • 25 March 2024 12:35
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Wakil Ketua MPR Fadel Muhammad Al Haddar hari ini, 25 Maret 2024. Dia dimintai keterangan terkait dugaan rasuah dalam pengadaan alat perlindungan diri (APD) untuk penanganan pandemi covid-19 di Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Fadel mengaku pertanyaan penyidik soal permintaan bantuan dari salah seorang pihak terkait kasus ini. Menurutnya, sosok itu berasal dari Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi).
“Ada teman-teman dari Hipmi datang ke saya bersama anak saya, Satrio, dan teman-teman datang,” kata Fadel di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin, 25 Maret 2024.
Fadel mengaku menerima permintaan bantuan itu karena pernah menjadi pimpinan Hipmi. Menurutnya, bantuan yang dibutuhkan terkait masalah pembayaran dalam suplai APD.
“Jadi, ada uang sejumlah sekian belum dibayar dari kontrak mereka,” ucap Fadel.
Permasalahan dalam pembayaran itu karena adanya audit bermasalah dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Fadel mengaku langsung menanyakan ke kepala instansi tersebut, namun, malah disuruh tidak memberikan bantuan.
“Kepala BPKP mengatakan ‘ya itu ada masalah dengan pengadaan itu karena harga dan sebagainya, Pak Fadel jangan bantu mereka’,” ucap Fadel.
Sosok yang meminta bantuan itu langsung dipanggil oleh Fadel setelahnya. Bantuan pun tidak diberikan setelah mendapatkan saran dari BPKP.
“Saya panggil mereka, saya jelaskan bahwa ini begini-begini, kepala BPKP mengatakan jangan karena ini ada masalah yang berhubungan dengan
mark up harga dan sebagainya,” ujar Fadel.
Fadel juga mengaku memerintahkan anaknya untuk tidak mendekati sosok yang meminta bantuan itu. Pengadaan APD-nya pun sempat disetop setelah wakil ketua MPR itu mengetahui ada masalah tersebut.
“Saya suruh setop, saya dengar dari BPKP setop semua,” ucap Fadel.
Dugaan korupsi pengadaan APD untuk covid-19 di Kemenkes ini terjadi pada tahun anggaran 2020-2022. Nilai proyek mencapai Rp3,03 triliun.
Kasus ini berkaitan dengan penyalahgunaan kewenangan. KPK memastikan ada kerugian negara senilai ratusan miliar rupiah yang timbul.
KPK sudah menetapkan tersangka yang terlibat dalam perkara ini. Identitas mereka baru dipaparkan ke publik saat penahanan dilakukan.