Ilustrasi. Foto: dok MI.
Jakarta: Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada pembukaan perdagangan awal pekan ini akhirnya menguat, setelah beberapa hari terakhir terus mengalami pelemahan.
Mengutip data Bloomberg, Senin, 30 Oktober 2023, rupiah hingga pukul 09.30 WIB berada di level Rp15.920 per USD. Mata uang Garuda tersebut naik 18 poin atau setara 0,11 persen dari Rp15.938 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Sementara menukil data Yahoo Finance, rupiah berada di level Rp15.921 per USD, naik 13 poin atau setara 0,08 persen dari Rp15.934 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi memprediksi rupiah hari ini akan bergerak secara fluktuatif. Meski demikian rupiah kemungkinan besar akan kembali mengalami pelemahan.
"Untuk perdagangan Senin, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp15.910 per USD hingga Rp15.970 per USD," jelas Ibrahim.
Baca juga: Anjlok Lagi, Kurs Rupiah Parkir di Rp15.938/USD
Beralih ke aset safe haven
Laporan militer AS menyerang sasaran-sasaran yang terkait dengan Iran di Suriah memicu kembali aliran dana ke aset-aset
safe haven. Serangan tersebut, yang dilakukan terhadap dua fasilitas di Suriah Timur, merupakan pembalasan atas serangan baru-baru ini terhadap pasukan AS di Irak dan Suriah, kata Pentagon.
Pentagon juga mengatakan serangan terhadap pasukan AS telah meningkat sejak dimulainya konflik Israel-Hamas awal bulan ini. Berita ini meningkatkan kekhawatiran atas eskalasi konflik Timur Tengah yang lebih luas, yang berpotensi menarik lebih banyak kekuatan Arab.
Pertemuan Fed, data inflasi menjadi fokus, meskipun bank sentral diperkirakan akan mempertahankan suku bunga tetap stabil, bank sentral juga diperkirakan akan mengulangi rencananya untuk mempertahankan
suku bunga lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama.
Namun sebelum itu, pembacaan indeks pengeluaran konsumsi pribadi ukuran inflasi pilihan The Fed akan dirilis pada Jumat. Tanda-tanda inflasi AS yang stagnan memberi The Fed lebih banyak dorongan untuk mempertahankan suku bunga lebih tinggi.
"Tanda-tanda ketahanan perekonomian AS, menyusul data produk domestik bruto (PDB) AS yang lebih kuat dari perkiraan untuk kuartal ketiga, juga memberikan ruang bagi The Fed untuk mempertahankan suku bunganya lebih tinggi," papar Ibrahim.