Ilustrasi kendaraan listrik. Foto: MI/Agus Mulyawan
Media Indonesia • 7 February 2024 17:29
Jakarta: Adopsi kendaraan listrik (electric vehicle/EV) Indonesia tertinggal dibandingkan Vietnam.
Pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu menyebut Vietnam bisa unggul karena mendapat dukungan kuat, serta adanya integrasi kebijakan pemerintah. Vietnam juga memiliki industri manufaktur kendaraan listrik yakni VinFast.
Sebaliknya, ekosistem EV di Indonesia dikatakan masih dalam tahap awal, dengan infrastruktur pengisian daya atau Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) yang terbatas dan insentif, serta promosi pemerintah kepada masyarakat yang masih belum optimal.
"Memang Vietnam bisa karena ada peran aktif dari pemerintah dan VinFast dalam industri EV. Di Indonesia masih tertinggal dalam menerapkan kebijakan yang mendukung pengembangan pasar EV," kata Yannes dilansir Media Indonesia, Rabu, 7 Februari 2024.
Ia menerangkan hambatan dan tantangan lainnya dalam mengembangkan industri kendaraan listrik di Indonesia ialah ketidakjelasan regulasi terkait EV di Indonesia, sehingga menghambat minat investor dan konsumen.
Ia menyampaikan Vietnam mengalami pertumbuhan penjualan EV yang pesat, dari 1.300 unit EV terjual di 2022 menjadi 40 ribu unit di 2023.
Sementara itu, Indonesia mengalami pertumbuhan yang lambat dengan penjualan EV hanya 3.500 unit di tahun lalu.
"Ini menunjukkan pasar EV Vietnam berkembang lebih cepat dibandingkan dengan Indonesia mba," sebut Yannes.
Mengimplementasikan kebijakan
Untuk mengejar ketertinggalan tersebut, pengamat otomotif itu mendesak pemerintah untuk segera merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan yang jelas dan menarik untuk mengurangi ketidakpastian bagi investor dan konsumen, serta mempercepat proses perizinan usaha.
"Selain itu, pemerintah juga perlu memberikan insentif pajak yang lebih kompetitif untuk konsumen dan produsen kendaraan listrik," ungkap Yannes.
Yannes menambahkan pemerintah Indonesia juga perlu menyediakan alokasi dana khusus untuk akselerasi pembangunan infrastruktur pengisian daya.
Lalu, untuk memperkuat kerja sama dengan swasta melalui kontrak antara swasta dengan pemerintah (
public private partnership) untuk memperluas pembangunan SPKLU.
"Pemerintah sebagai regulator dan motor dalam menggenjot pertumbuhan pasar EV perlu membuat lingkungan yang kondusif untuk investasi melalui insentif dan memfasilitasi kemitraan strategis antara perusahaan lokal dan internasional," jelas Yannes.
(Insi Nantika Jelita)