Putusan Praperadilan Eks Wamenkumham Dinilai Menabrak UU KPK

Ilustrasi. Medcom.id.

Putusan Praperadilan Eks Wamenkumham Dinilai Menabrak UU KPK

Candra Yuri Nuralam • 31 January 2024 08:37

Jakarta: Putusan praperadilan mantan mantan Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy dinilai telah melanggar Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Beleid itu sejatinya telah memerintahkan penyelidik untuk berhati-hati dalam memberikan status hukum.

“Pertimbangan hakim pada putusan praperadilan tersebut bertentangan dengan UU KPK. KPK dengan segala keistimewaannya mendorong kehati-harian penyelidik, dan penyidik dalam memproses seseorang menjadi tersangka,” kata Ketua IM57+ Institute M Praswad Nugraha melalui keterangan tertulis, Rabu, 31 Januari 2024.

Praswad menilai pertimbangan hakim sangat janggal. Sebab, kata dia, majelis mempermasalahkan pengumpulan bukti pada tahap penyelidikan.

“Berbagai bukti permulaan dikumpulkan pada proses penyelidikan sesuai ketentuan Pasal 44 UU KPK. Menjadi persoalan ketika hakim dalam pertimbangannya mempersoalkan pengumpulan bukti penyelidikan, dan bukan penyidikan,” ucap Praswad.
 

Baca juga: KPK Tunggu Risalah Lengkap Praperadilan Eks Wamenkumham

Mantan penyidik KPK itu juga menegaskan bahwa bekas kantornya bekerja dengan cara menetapkan tersangka saat kasus naik dari tahap penyelidikan ke penyidikan. Sehingga, pengumpulan bukti harus dimaksimalkan dari tahap penyelidikan.

Pertimbangan hakim juga dinilai ngaco. Sebab, kata Praswad, pencarian barang bukti merupakan hak penegak hukum.

“Apabila logika hakim diterapkan bahwa pengumpulan bukti permulaan harus pada tahap penyidikan, maka, tidak akan pernah ada jalan bagi KPK untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka,” tegas Praswad.

Hakim Tunggal Estiono menilai status tersangka terhadap Eddy tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Status hukum itu juga dinilai tidak mengikat dan memiliki kekuatan hukum.

Hakim juga menolak semua eksepsi dari KPK. Lembaga Antirasuah juga dibebankan biaya perkara.

Eddy mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka terhadapnya. Salah satu protes eks wamenkumham itu yakni soal kesepakatan pemberian status hukum yang tidak dilakukan secara kolektif kolegial.

KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan penerimaan suap dan gratifikasi di Kemenkumham. Yakni, Dirut PT CLM Helmut Hermawan, eks Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej, pengacara Yosi Andika Mulyadi, dan Asisten Pribadi Eddy, Yogi Arie Rukmana. Status tersangka untuk Eddy digugurkan melalui praperadilan.

Eddy diduga menerima Rp8 miliar dari Helmut. Dana itu untuk mengurus sengketa status kepemilikan PT CLM, penghentian perkara di Bareskrim, dan dana keperluan pribadi berupa pencalonan Ketua Pengurus Pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia (PP Pelti).

Total uang yang diterima itu belum final. KPK bakal mengembangkan dugaan adanya aliran dana lain yang masuk kepada Eddy. Saat ini, baru Helmut yang ditahan.

Helmut disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arga Sumantri)