Tersangka kasus penistaan agama Panji Gumilang. Foto: Metro TV.
Siti Yona Hukmana • 5 September 2023 15:43
Jakarta: Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri menerima pengembalian berkas perkara kasus dugaan penistaan agama pemimpin Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun Panji Gumilang (PG) dari Kejaksaan Agung (Kejagung). Berkas itu tengah dilengkapi.
"Sedang proses pelengkapan," kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro saat dikonfirmasi, Selasa, 5 September 2023.
Berkas tersebut dikembalikan Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Rabu, 30 Agustus 2023. Korps Adhyaksa menilai berkas belum lengkap secara formil dan materil.
"Tim Jaksa Peneliti (P-16) berpendapat bahwa berkas perkara atas nama tersangka ARPG belum lengkap secara formil dan materiil dan oleh karenanya perlu dilengkapi," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana kepada wartawan, Rabu, 30 Agustus 2023.
Menurut Ketut, jaksa peneliti akan berkoordinasi dengan penyidik Bareskrim guna mempercepat penyelesaian proses penyidikan. Adapun kasus penistaan agama yang menjerat Panji bermula dari adanya kabar di media sosial terkait kontroversi ajaran menyimpang yang diduga terjadi di Ponpes Al Zaytun.
Panji pun ditetapkan tersangka dan ditahan di Rutan Bareskrim Polri, Jakarta Selatan. Dia dijerat pasal berlapis. Pertama, Pasal 156 A KUHP tentang Penistaan Agama, dengan ancaman lima tahun penjara.
Kedua, Pasal 45A ayat (2) Jo 28 ayat 2 Indang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Beleid itu berbunyi setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Ketiga, Pasal 14 Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang mengatur terkait berita bohong. Beleid itu menyebutkan barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 10 tahun.