Perang Dagang AS-Tiongkok Memanas, Harga Emas Bakal Terus Melesat

Ilustrasi. Foto: Freepik.

Perang Dagang AS-Tiongkok Memanas, Harga Emas Bakal Terus Melesat

Husen Miftahudin • 8 February 2025 14:43

Jakarta: Harga emas diperkirakan menunjukkan tren bullish sepanjang minggu ini, didukung oleh kombinasi analisis teknikal dan faktor fundamental. Pola candlestick dan indikator Moving Average yang terbentuk mengindikasikan dominasi tren naik pada XAU/USD.

"Proyeksi harga hingga akhir pekan ini menunjukkan potensi kenaikan hingga level USD2.925. Namun apabila terjadi pembalikan tren (reversal), harga berisiko turun ke level USD2.730," jelas analis Dupoin Indonesia Andy Nugraha, dikutip dari analisis hariannya, Sabtu, 8 Februari 2025.

Menurutnya, faktor geopolitik turut memengaruhi pergerakan harga emas minggu ini. Komentar Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengenai konflik di Gaza dan rencana kesepakatan nuklir baru dengan Iran telah meredakan ketegangan pasar.

Hal ini menyebabkan sebagian investor mengurangi posisi pada emas. Selain itu, Trump diperkirakan akan mengumumkan rencana untuk mengakhiri perang di Ukraina dalam waktu dekat, yang dapat semakin mengurangi premi risiko di pasar.

Di sisi lain, ketegangan perdagangan AS-Tiongkok kembali meningkat setelah tarif baru 10 persen yang diberlakukan oleh Trump mulai berlaku pada Selasa. Sebagai respons, Tiongkok mengumumkan tarif balasan pada beberapa produk AS, yang memicu kekhawatiran akan eskalasi perang dagang.

"Ketidakpastian ini mendorong permintaan terhadap emas sebagai aset safe-haven, menyebabkan harga logam mulia ini melonjak ke level tertinggi baru pada Rabu," terang Andy.
 

Baca juga: Daftar Terbaru Harga Emas Antam yang Dijual di Butik Antam dan Pegadaian


(Ilustrasi pergerakan harga emas. Foto: dok Bappebti)
 

Harga emas terpengaruh kebijakan moneter AS 


Kebijakan moneter AS juga berkontribusi terhadap pergerakan harga emas. Menteri Keuangan AS Scott Bessent menyatakan fokusnya adalah menurunkan imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun, yang berpotensi menekan suku bunga jangka panjang.

Selain itu, laporan Automatic Data Processing (ADP) menunjukkan sektor swasta AS menambahkan 183 ribu pekerjaan pada Januari, sedikit lebih tinggi dari revisi bulan sebelumnya sebesar 176 ribu. Namun, data IMP Jasa ISM AS yang mengecewakan, dengan penurunan menjadi 52,8, memicu kekhawatiran akan perlambatan ekonomi.

Imbal hasil obligasi pemerintah AS turun ke level terendah sejak pertengahan Desember sebagai respons terhadap data ekonomi yang lebih lemah. Hal ini, bersama dengan ekspektasi Federal Reserve akan memangkas suku bunga sebanyak dua kali tahun ini, mendorong pelemahan dolar AS ke level terendah dalam lebih dari satu minggu.

"Melemahnya dolar AS memberikan keuntungan tambahan bagi emas, mengingat logam mulia ini tidak memberikan imbal hasil," jelas Andy.

Pernyataan hawkish dari Wakil Ketua The Fed Philip Jefferson, yang menyatakan ia lebih memilih mempertahankan Fed Funds Rate pada level saat ini, gagal memberikan dukungan bagi dolar AS. Jefferson menyatakan akan menunggu dampak kebijakan ekonomi Presiden Trump sebelum mengambil langkah lebih lanjut.

"Menjelang akhir pekan, investor akan mencermati laporan ketenagakerjaan bulanan AS atau Nonfarm Payrolls yang akan dirilis pada Jumat. Data ini dapat memberikan petunjuk lebih lanjut mengenai prospek suku bunga di masa mendatang. Sementara itu, data Klaim Tunjangan Pengangguran Awal AS yang akan dirilis Kamis juga akan menjadi fokus perhatian pasar," urai Andy.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)