Ilustrasi. Medcom
Devi Harahap • 4 May 2025 20:28
Jakarta: Ketua Pusat Studi Anti Korupsi (PUKAT) Fakultas Hukum (FH) Universitas Mulawarman Samarinda, Orin Gusta Andini, menilai upaya pemberantasan korupsi di Indonesia masih berjalan stagnan atau berjalan di tempat. Secara global, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia masih jauh tertinggal.
Orin menjelaskan Indonesia terus berkutat dan belum selesai menghadapi korupsi akut yang menyangkut integritas pejabat publik di lembaga legislatif, eksekutif, hingga yudikatif. Menurut dia, politik hukum pemberantasan korupsi di Indonesia masih sangat lemah.
“Harus ada perbaikan arah dan tujuan penegakan hukum, baik dari aspek substansinya maupun evaluasi terhadap berbagai lembaga, khususnya aparat penegak hukum (APH),” kata Orin kepada Media Indonesia, Minggu, 4 Mei 2025.
Menurut Orin, lemahnya pemberantasan korupsi akibat revisi UU KPK yang memberi angin segar bagi pelaku korupsi hingga kebijakan-kebijakan antikorupsi yang banyak digaung-gaungkan, tapi gagal menyentuh aspek fundamental reformasi birokrasi dan reformasi kelembagaan. Hal itu menyebabkan fungsi pengawasan dan pencegahan KPK tak berjalan efektif.
“Gagalnya pejabat publik menjadi contoh teladan bagi masyarakat, justru yang terjadi sebaliknya banyak kasus-kasus suap yang melibatkan APH dan pejabat publik. Berbagai lembaga seharusnya dievaluasi, diperkuat tindak pencegahan melalui pendidikan anti korupsi hingga pemberian sanksi hukum dan efek jera melalui pemiskinan koruptor,” jelas dia.
Gagasan-gagasan yang seharusnya dapat mendukung pemberantasan korupsi, seperti RUU Perampasan Aset dan perbaikan UU Tipikor, agar sejalan dengan konvensi internasional antikorupsi (UNCAC), justru tak kunjung serius dibahas pemerintah dan DPR.
“Upaya pemberantasan korupsi sebaiknya jangan hanya jadikan ajang formalitas, tetapi harus diikuti dengan pengawasan dan pemberian sanksi yang memberikan efek jera jika terjadi pelanggaran,” jelas Orin.
Baca Juga:
Pengesahan RUU Perampasan Aset Kunci Pemberantasan Korupsi |