Pengesahan RUU Perampasan Aset Kunci Pemberantasan Korupsi

Ilustrasi. Medcom

Pengesahan RUU Perampasan Aset Kunci Pemberantasan Korupsi

Devi Harahap • 4 May 2025 20:16

Jakarta: Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (PUKAT) Fakultas Hukum (FH) Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman,mengatakan belum ada kebijakan nyata dari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto terkait pemberantasan korupsi. Dia menekankan salah satu kunci memperkuat pemberantasan korupsi ialah dengan mempercepat pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.

“Selama satu semester pemerintahan berjalan, upaya pemberantasan korupsi tak lebih dari sekadar omon-omon dan wacana yang disampaikan lewat pekikan pidato,” kata Zaenur kepada Media Indonesia pada Minggu, 4 Mei 2025.

Zaenur menjelaskan ada tiga hal yang harus dilakukan jika pemerintahan Prabowo ingin menunjukkan keseriusannya dalam pemberantasan korupsi. Yaitu, reformasi struktural yang mengacu pada institusi hukum, reformasi substansi hukum dengan pembentukan undang-undang yang dibutuhkan untuk mendukung pemberantasan korupsi, serta reformasi kultural.  

“Tiga-tiganya belum ada yang dilakukan di masa pemerintahan Prabowo ini. Upaya yang terlihat masih bersifat jargon, belum ada yang bersifat nyata dan konkret,” tukasnya. 

Zaenur menekankan jika Presiden Prabowo Subianto berpihak pada pemberantasan korupsi, tak ada cara lain yang bisa dilakukan kecuali segera mempercepat pengesahan RUU Perampasan Aset. 

“Salah satu hal penting yang bisa dilakukan Presiden untuk memberantas korupsi adalah dimulai dengan mengesahkan RUU Perampasan Aset. Presiden bisa keluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu),” kata dia.

Menurut Zaenur, pemerintah tidak memperlihatkan upaya untuk menciptakan budaya integritas pada tataran pejabat publik. Dia menilai potensi konflik kepentingan di antara penyelenggara negara seolah dibiarkan tumbuh subur yang akhirnya menjadi pintu masuk korupsi. 

“Pejabat di puncuk-puncuk kekuasaan itu tidak memberikan keteladanan. Misalnya orang-orang yang bermasalah dengan hukum, justru masih diangkat menjadi pejabat menteri dan diberi kedudukan. Ada juga bidang-bidang pekerjaan penting yang diberikan kepada koroni-koroni presiden, bahkan ada menteri-menteri yang merangkap jabatan,” jelas dia. 
 

Baca Juga: 

Prabowo Dukung RUU Perampasan Aset, Bola Panas Ada di DPR


Zaenur menegaskan perlu ada perbaikan regulasi untuk mencegah konflik kepentingan, salah satunya memperkuat aparat penegak hukum. Sayangnya, peran aparat penegak hukum (APH) masih sangat lemah, bahkan kerap menjadi pelaku korupsi.

“Peran APH juga masih sangat datar, tidak ada perubahan yang bersifat signifikan. Kalau dari sisi prestasi, kejaksaan paling bagus dalam aspek penindakan jika dibandingkan KPK dan Polri. Jadi saya lihat dalam satu semester ini pemerintahan Presiden Prabowo ini belum punya prestasi yang bisa dibanggakan dalam pemberantasan korupsi,” ujar dia.

Dalam reformasi hukum, Zaenur mendorong agar pemerintah memiliki cetak biru yang jelas terkait prioritas pembenahan institusi penegakan hukum. Menurut dia, hal itu bisa dimulai dengan memperbaiki rekrutmen, promosi, mutasi, demosi, dan pengawasan baik di pengadilan hingga kejaksaan. 

Selain itu, Zaenur menyoroti pentingnya merevisi UU KPK dan mengevaluasi dari pucuk pimpinan hingga stafnya, serta mendorong transparansi dalam pengambilan kebijakan dan penegakan hukum yang memberikan efek jera. 

“Dan yang paling adalah kembalikan independensi KPK, revisi Undang-Undang KPK juga sama sekali tidak diagendakan, itu juga harus menjadi fokus pemerintah selain mengesahkan RUU Perampasan Aset,” ujar dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)