Ilustrasi. Medcom
Achmad Zulfikar Fazli • 6 May 2025 17:03
Jakarta: Pembebasan dua warga negara India, AS dan SH, tersangka kasus dugaan penggelapan dana perusahaan Arab Saudi yang telah berinvestasi di Indonesia sejak 2012 dan dugaan adanya bekingan pihak tertentu dalam perkara ini disorot. Pembebasan yang dilakukan melalui mekanisme restorative justice pada 2023 itu menunjukkan tidak adanya kepastian hukum di Indonesia.
“Ya ini berdampak karena tidak ada kepastian hukum sedangkan jumlah (kerugian Perusahaan Arab Saudi) ya sangat besar. Akan menimbulkan ketakutan buat investor-investor yang akan masuk,” kata praktisi hukum Lucky Schramm, dalam keterangannya, Selasa, 5 Mei 2025.
Lucky menilai tindakan Polda Metro Jaya membebaskan dua tersangka sebagai akrobat hukum. Terlebih, pembebasan diduga tanpa sepengetahuan serta pergantian kerugian kepada pemilik perusahaan.
“Jangan sampai bersembunyi di balik RJ (restorative justice) tapi merugikan salah satu pihak, apalagi pihak korban,” papar dia.
Lucky berharap ada penyelesaian terkait pembebasan dua tersangka. Pihak Polda Metro Jaya harus memberikan kepastian hukum terkait perkara ini.
“Harus ada penyelesaian lebih jelas dari yang bertanggungjawab biar kepastian hukum di sini ada,” papar Lucky.
Lucky mengingatkan restorative justice hanya bisa digunakan untuk tindak pidana ringan. Tak hanya itu, restorative justice juga hanya bisa diterapkan apabila ada kesepakatan kedua belah pihak, termasuk dari sisi korban.
“Kalau gak ada itu, ya gak bisa. Nah ini dipertanyakan saja kenapa sampai terjadi seperti ini,” ujar dia.
Sebelumnya, perusahaan besar Arab Saudi yang telah berinvestasi sejak 2012 di Indonesia melaporkan adanya dugaan tindak penggelapan dana yang dilakukan dua WNA asal India, AS dan SH ke Polda Metro Jaya. Kerugian yang ditaksir dalam perkara ini diduga mencapai USD62.000.000.
Laporan itu dilayangkan perusahaan itu pada 17 Oktober 2022. Laporan polisi itu bernomor No.LP/B/5281/X/2022/SKPT tentang dugaan tindak pidana menempatkan keterangan palsu ke dalam akta autentik dan atau penggelapan dalam jabatan yang melanggar Pasal 266 KUHP dan atau Pasal 374 KUHP.
“Laporan polisi itu bernomor No.LP/B/5281/X/2022/SKPT tentang dugaan tindak pidana menempatkan keterangan palsu ke dalam akta autentik dan atau penggelapan dalam jabatan yang melanggar Pasal 266 KUHP dan atau pasal 374 KUHP,” bunyi laporan itu dikutip, Minggu, 16 Februari 2025.
Kedua WNA itu dilaporkan terkait perjanjian perdamaian homologasi perusahaan sesuai putusan PKPU No.164/PDT-SUS.PKPU/2021/PN.NIAGA.JKT.PST di PN Jakarta Pusat.
Mereka diduga membuat dan menggunakan surat palsu dalam perkara PKPU. Sehingga perusahaan harus membayar tagihan sebesar Rp17 miliar.
Laporan perusahaan besar Arab Saudi tersebut ditangani Ditreskrimum Polda Metro Jaya. AS dan SH telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya.
Namun, keduanya kemudian dibebaskan melalui mekanisme perdamaian atau restorative justice (RJ) pada 2023. Pihak perusahaan sudah melaporkan soal pembebasan melalui mekanisme RJ itu ke Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto dengan nomor 071/U/SP/VIII/2023 tertanggal 21 Agustus 2023.
Dalam surat permohonan itu disebutkan Biro Wabproof Div Propram Polri sedang melakukan penanganan perkara terkait adanya pengaduan pemilik perusahaan Arab Saudi tersebut soal laporan terkait penanganan perkara laporan polisi dengan nomor No.LP/B/5281/X/2022/SKPT. Namun, tidak ada perkembangan signifikan terkait laporan pemilik perusahaan Arab Saudi tersebut soal RJ pembebasan dua tersangka AS dan SH.