Banyak perempuan dan anak-anak terpaksa mengungsi dari zona konflik di Sudan. (Anadolu Agency)
Willy Haryono • 17 November 2025 07:37
New York: Kepala bantuan kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menggambarkan penderitaan warga sipil yang mengungsi di Darfur Utara, Sudan, sebagai sesuatu yang “tak terbayangkan,” dengan lebih dari separuh penyintas yang melarikan diri adalah anak-anak.
“Penderitaan di Tawila tak terbayangkan. Lebih dari separuh penyintas yang melarikan diri adalah anak-anak,” tulis Tom Fletcher dalam unggahannya di platform X pada Minggu, 16 November.
“Seorang perempuan yang terluka saya temui sedang berjalan memasuki kamp setelah selamat dari serangan, sambil menggendong anak temannya yang kelaparan,” lanjutnya.
“Mereka bertanya kepada dunia apakah bantuan akan datang,” tutur Fletcher, dikutip dari Anadolu Agency, Senin, 17 November 2025.
Dalam unggahan di Facebook, badan bantuan PBB menyebut Fletcher telah mengunjungi Tawila dan “bertemu serta berbicara dengan perempuan yang melarikan diri dari El-Fasher hanya beberapa minggu lalu.”
Ia mengatakan para pengungsi Sudan itu “membawa kisah-kisah mengerikan tentang kekerasan brutal. Dunia tidak melindungi mereka. Kita harus berbuat lebih baik.”
Menurut Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), Fletcher juga mengunjungi El-Geneina di Darfur Barat dan Zalingei di Darfur Tengah.
Awal pekan ini, Fletcher terbang ke Port Sudan di Sudan timur, di mana ia bertemu dengan Ketua Dewan Kedaulatan Transisi Sudan, Abdel Fattah al-Burhan.
Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) memperkirakan total jumlah pengungsi dari El-Fasher dan desa-desa sekitarnya telah melampaui 99.000 orang sejak 26 Oktober.
Bulan lalu, Pasukan Dukungan Cepat (RSF) merebut El-Fasher, ibu kota Darfur Utara, dan dituduh melakukan pembantaian. Kelompok tersebut kini menguasai lima negara bagian Darfur, dari total 18 negara bagian Sudan, sementara militer menguasai sebagian besar 13 negara bagian lainnya, termasuk Khartoum.
Darfur mencakup sekitar seperlima wilayah Sudan, namun sebagian besar dari 50 juta penduduk negara itu tinggal di wilayah yang dikuasai militer.
Konflik antara militer Sudan dan RSF, yang dimulai pada April 2023, telah menewaskan sedikitnya 40.000 orang dan membuat 12 juta orang mengungsi, menurut Organisasi Kesehatan Dunia.
Baca juga: Militer Sudan Tolak Gencatan Senjata Tanpa Pelucutan Senjata RSF