Sekutu Trump Desak Zelensky Berkompromi atau Lebih Baik Mengundurkan Diri

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky berhadapan dengan Presiden AS Donald Trump dan Wapres AS JD Vance di Gedung Putih, Washington, Jumat, 28 Februari 2025. (Anadolu Agency)

Sekutu Trump Desak Zelensky Berkompromi atau Lebih Baik Mengundurkan Diri

Willy Haryono • 3 March 2025 11:48

Washington: Ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan Ukraina semakin memuncak setelah Presiden Volodymyr Zelensky mendapat tekanan dari sekutu utama Presiden Donald Trump untuk mengubah pendekatannya terhadap perang dengan Rusia, atau lebih baik mempertimbangkan untuk mengundurkan diri (resign).

Pertemuan di Gedung Putih pada Jumat lalu, yang diharapkan dapat memperkuat hubungan kedua negara, justru berakhir dengan ketidaksepakatan dan ketegangan politik. Bahkan, Zelensky meninggalkan pertemuan lebih awal tanpa menandatangani kesepakatan strategis terkait kerja sama mineral langka.

Pertemuan yang Memanas di Gedung Putih

Dalam pertemuan yang berlangsung di Gedung Putih, Wakil Presiden JD Vance tampil sebagai figur utama yang menekan Zelensky untuk menerima kesepakatan damai, termasuk kompromi teritorial dengan Rusia.

Namun, Zelensky dengan tegas menolak, menuding Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai seorang "pembunuh dan teroris" yang tidak pernah menghormati kesepakatan gencatan senjata 2019.

Situasi semakin memburuk ketika Zelensky memilih meninggalkan pertemuan lebih awal, sebuah langkah yang mencerminkan ketegangan serius antara dirinya dan pemerintahan Trump.

Penasihat Keamanan Nasional Trump, Mike Waltz, menilai bahwa Zelensky belum menunjukkan kesiapan untuk merundingkan akhir perang. 

"Kami membutuhkan pemimpin yang bisa bekerja sama dengan kami, berbicara dengan Rusia, dan membawa perdamaian," kata Waltz, seperti dilansir dari AsiaOne, Senin, 3 Maret 2025.

Ia menambahkan bahwa jika Zelensky lebih mengutamakan kepentingan pribadi atau politiknya daripada perdamaian, maka hal itu bisa menjadi "masalah besar" bagi AS.

Dukungan Eropa dan Perpecahan di Washington

Di tengah ketegangan ini, para pemimpin Eropa justru menunjukkan solidaritas mereka kepada Ukraina. Perdana Menteri Inggris Keir Starmer mendesak negara-negara Eropa untuk memperkuat bantuan pertahanan bagi Kyiv, menegaskan kembali komitmen mereka terhadap Zelenskyy.

Namun, di dalam pemerintahan AS sendiri, perbedaan pendapat semakin mencolok. Sekutu Trump semakin meragukan apakah Zelensky masih bisa menjadi mitra yang dapat diandalkan bagi Washington.

Senator Republik Lindsey Graham menyatakan keprihatinannya atas hubungan AS-Ukraina pasca pertemuan di Gedung Putih, sementara Ketua DPR AS Mike Johnson menyampaikan ultimatum yang lebih tegas.

“Sesuatu harus berubah. Entah Zelensky mulai lebih realistis dan kembali ke meja perundingan dengan rasa syukur, atau Ukraina membutuhkan pemimpin baru yang bersedia melakukannya,” ujar Johnson dalam program Meet the Press di NBC.

Ia menambahkan bahwa meskipun ia ingin melihat Putin dikalahkan, konflik ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut tanpa solusi yang jelas.

Reaksi Keras dari Partai Demokrat

Di sisi lain, Partai Demokrat mengecam keras tekanan yang diberikan kepada Zelensky. Senator independen Bernie Sanders menyebut gagasan agar Zelensky mundur sebagai sesuatu yang "mengerikan."

"Zelensky sedang memimpin negaranya untuk mempertahankan demokrasi dari seorang diktator otoriter, Vladimir Putin, yang telah menginvasi Ukraina," kata Sanders dalam Meet the Press.

Senator Demokrat Chris Murphy bahkan menuding Gedung Putih lebih berpihak kepada Rusia ketimbang sekutunya sendiri. "Sungguh memalukan. Gedung Putih saat ini tampaknya lebih condong menjadi perpanjangan tangan Kremlin," ujar Murphy dalam program State of the Union di CNN.

Menurutnya, pertemuan antara Trump dan Zelensky lebih terlihat sebagai upaya untuk "menulis ulang sejarah" dan memuluskan kesepakatan yang pada akhirnya hanya akan menguntungkan Putin.

Pemerintahan Trump Membantah Tuduhan

Pemerintah Trump membantah tuduhan bahwa pertemuan tersebut merupakan jebakan politik untuk melemahkan Zelensky. Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, menegaskan bahwa Washington siap untuk kembali berunding dengan Ukraina kapan pun mereka siap untuk membicarakan perdamaian.

"Kami akan siap berdiskusi lagi ketika mereka siap untuk mencapai kesepakatan damai," ujar Rubio dalam wawancara dengan ABC’s This Week.

Namun, Rubio juga mengkritik pendekatan Zelensky yang dianggap terlalu konfrontatif terhadap Rusia. "Anda tidak akan bisa membawa mereka ke meja perundingan jika terus menghinanya atau bersikap antagonistik," tegasnya.

Sementara itu, Senator Demokrat Amy Klobuchar menyatakan kekecewaannya atas ketegangan di Gedung Putih. 

"Saya benar-benar terkejut dengan apa yang terjadi. Namun, saya masih melihat ada peluang untuk mencapai kesepakatan damai," katanya dalam This Week.

Masa Depan Perang Ukraina

Dengan meningkatnya tekanan dari Washington serta dukungan yang tetap kuat dari Eropa, masa depan perang Ukraina kini memasuki fase yang semakin tidak menentu.

Zelensky kini menghadapi dilema besar: tetap berpegang teguh pada pendiriannya untuk tidak berkompromi dengan Rusia, atau mencari dukungan baru di tengah semakin berkurangnya sokongan dari AS.

Sementara itu, tekanan global untuk menemukan solusi damai terus meningkat, menciptakan lanskap diplomatik yang semakin kompleks dalam upaya mengakhiri konflik yang telah berlangsung selama tiga tahun ini. (Muhammad Reyhansyah)

Baca juga:  Bersitegang dengan Trump, Zelensky Siap Tandatangani Kesepakatan Mineral Langka

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Willy Haryono)