Ilustrasi Kompleks Parlemen Senayan. Foto: MI/Barry Fathahillah
Sri Utami • 19 September 2024 21:08
Jakarta: Deputi Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Fajri Nursyamsi, menyebut penggodokan peraturan perundang-undangan mengabaikan partisipasi publik dalam 10 tahun terakhir. Konsep partisipasi disebut hanya menjadi prinsip pelengkap saja, bukan yang utama.
"Pembentukan UU berhenti di ruang tertutup, partisipasi hanya dimaknai mobilisasi, asal ada, sebatas ceklis formalitas," kata Fajri saat dikutip dari Media Indonesia, Kamis, 19 September 2024.
Aspirasi publik yang diabaikan tersebut sesungguhnya secara terang-terangan melanggar amanat konstitusi. Publik dinilai bukan bagian penting dalam pembentukan UU dibandingkan dengan transaksi kepentingan politik.
"Jalur aspirasi terputus, sampai publik harus demo besar-besaran untuk menolak suatu RUU," ungkap dia.
Baca juga: DPR Bantah Pembahasan RUU Wantimpres Hingga Kementerian Negara Tak Libatkan Publik |