Punya Potensi Besar, Ekosistem Pasar Karbon Dalam Negeri Dinilai Harus Diperkuat

Chief Operations Officer (COO) Indonesian Business Council (IBC) William Sabandar. Dok. Istimewa

Punya Potensi Besar, Ekosistem Pasar Karbon Dalam Negeri Dinilai Harus Diperkuat

Achmad Zulfikar Fazli • 9 August 2024 14:35

Jakarta: Ekosistem pasar karbon di Indonesia dinilai harus diperkuat. Sebab, potensi pasar karbon di Indonesia sangat besar apabila ekosistemnya terbangun lebih mapan.

Chief Operations Officer (COO) Indonesian Business Council (IBC) William Sabandar mengatakan bursa perdagangan karbon memegang peranan penting untuk menginsentif peningkatan pertumbuhan ekonomi dalam negeri menuju 8 persen.

"Kalau (ekonomi) Indonesia mau bertumbuh 8 persen, mau menjadi negara yang diperhitungkan di dunia, maka salah satu opportunity yang bisa diberikan adalah lewat carbon market," kata William dalam Acara Sustainability Action for the Future Economy atau Katadata SAFE 2024, dilansir pada Jumat, 9 Agustus 2024.

William mengatakan harga karbon di bursa karbon Eropa sudah pernah mencapai 100 Euro per ton CO2. Angka ini masih sangat jauh dibandingkan harga karbon di bursa dalam negeri yakni USD2 per ton CO2.

"Di Norway harganya sudah USD50, kalau di Eropa secara umum sudah mencapai 100 Euro. Kemarin kita mulai di harga USD2, jadi masih sangat jauh," terang dia.
 

Baca Juga: 

Begini Aturan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon yang Diterbitkan Jokowi


Dia mengatakan ekosistem pasar karbon yang belum terbangun di Indonesia menjadi salah satu kendala. Namun, dia mengapresiasi diluncurkannya IDX Carbon oleh Bursa Efek Indonesia tahun lalu.

"Tahun lalu pasar karbon IDX sudah diluncurkan, sudah ada perdagangan, walaupun masih jauh dari signifikan," kata dia.

Apabila ekosistem perdagangan karbon sudah terbangun, William yakin nilai perdagangannya bisa mencapai Rp160.000 triliun, dengan asumsi harga karbonnya sama dengan pasar Eropa. Hanya diperlukan ekosistem yang mapan untuk mencapainya.

"Kita bukan hanya bicara Rp8.000 triliun kalau harganya USD5 per ton, tapi kita bisa bicara sampai Rp160.000 triliun. Pertanyaannya adalah ekosistem carbon market-nya mau dikembangkan dengan serius apa tidak," ujar dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)