Iuran Tapera hingga Kenaikan PPN Bikin Pekerja Makin 'Kecekik'

Ilustrasi. Foto: dok MI/Rommy Pujianto.

Iuran Tapera hingga Kenaikan PPN Bikin Pekerja Makin 'Kecekik'

Media Indonesia • 29 May 2024 11:28

Jakarta: Direktur eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal mendesak kepada pemerintah untuk tidak mewajibkan semua pegawai swasta membayar iuran simpanan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Dia berpendapat tiap-tiap pekerja atau buruh memiliki kebutuhan dasar (basic needs) yang beragam. Tidak semua karyawan membutuhkan membeli rumah dengan skema pembiayaan yang dicicil dengan jangka panjang.

"Jangan pukul rata peserta iuran Tapera ini. Basic needs tiap pekerja beda-beda. Tidak semua ingin mencicil rumah dengan cara seperti itu (lewat Tapera)," ungkap Faisal kepada Media Indonesia, dikutip Rabu, 29 Mei 2024.

Rumah memang kebutuhan esensial bagi masyarakat, namun untuk membeli atau membangun rumah tentu melihat kemampuan finansial seseorang. Faisal menilai pemerintah tidak bisa memaksakan gaji pekerja swasta untuk dipotong demi pembiayaan perumahan lewat Tapera.
 

Baca juga: Biar Gak Jadi Beban, Tapera Harus Diintegrasikan dengan Badan Lain

Adapun ketentuan pemotongan iuran Tapera berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat yang diteken Presiden Joko Widodo pada 20 Mei 2024.

Dalam beleid tersebut diterangkan besaran simpanan peserta Tapera ditetapkan sebesar tiga persen dari gaji atau upah untuk peserta pekerja. Besaran itu dibayarkan 0,5 persen oleh pemberi kerja dan 2,5 persen ditanggung pekerja.

"Terlebih bagi mereka yang memiliki penghasilan kecil atau di bawah upah minimum regional (UMR), potongan gaji 2,5 persen tentu akan semakin membebankan mereka," ucapnya.
 

PPN juga naik jadi 12%


Selain adanya rencana potongan gaji untuk simpanan Tapera, beban finansial pekerja semakin berat dengan adanya wacana pemerintah menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen di 2025.

"Wacana ini semua secara akumulatif akan menambah beban masyarakat, terutama dari sisi konsumsi," ketus Faisal.

(INSI NANTIKA JELITA)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)