PM Jepang, Ishiba Shigeru. (EPA-EFE)
Riza Aslam Khaeron • 8 September 2025 10:44
Jakarta: Perdana Menteri Jepang, Ishiba Shigeru, mengumumkan pengunduran dirinya pada konferensi pers, Sabtu, 7 September 2025. Ia menyatakan tidak akan mencalonkan diri dalam kontestasi khusus pemilihan ketua Partai Demokrat Liberal (LDP) yang berkuasa.
Keputusan ini diambil usai penandatanganan nota kesepahaman investasi Jepang-AS dan selesainya negosiasi tarif dengan Amerika Serikat, yang ia sebut sebagai krisis nasional.
Berikut profil lengkap Ishiba Shigeru:
Latar Belakang dan Pendidikan
Ishiba Shigeru lahir di Tokyo pada 4 Februari 1957, kemudian pindah ke Prefektur Tottori ketika ayahnya, Jiro Ishiba, menjabat sebagai gubernur. Ayahnya juga pernah menjadi Menteri Dalam Negeri di era Perdana Menteri Suzuki Zenko.
Ibunya adalah seorang guru bahasa Jepang.
Ishiba menempuh pendidikan dasar dan menengah pertama di Tottori, lalu melanjutkan ke SMA Keio dan Fakultas Hukum Universitas Keio. Setelah lulus pada 1979, ia bekerja di Mitsui Bank selama empat tahun.
Karier Politik
Karier politik Ishiba dimulai setelah kematian ayahnya. Ia terjun ke politik dengan dorongan dari Tanaka Kakuei, mantan PM Jepang sekaligus mentor politiknya. Ishiba terpilih menjadi anggota DPR Jepang pada 1986.
Ia sempat keluar dari LDP pada 1993 namun kembali bergabung pada 1997. Sejak tahun 1992 hingga 2009, Ishiba memegang berbagai jabatan menteri, terutama di bidang pertanian dan pertahanan.
Pada 2009, ia diangkat sebagai ketua dewan riset kebijakan LDP. Meski kalah dalam pemilihan ketua LDP pada 2012 dari Shinzo Abe, ia tetap dipercaya sebagai Sekretaris Jenderal LDP hingga 2014 dan kemudian menjabat Menteri Revitalisasi Regional.
Pada 2015, Ishiba membentuk faksi sendiri bernama Suigetsukai. Namun, faksi ini kurang berkembang karena Ishiba dianggap kurang aktif membangun jejaring politik internal. Ia pun dikenal sebagai sosok maverick di dalam tubuh LDP.
Ishiba keluar dari kabinet pada 2016, namun tetap aktif sebagai anggota parlemen. Ia mencalonkan diri sebagai ketua LDP pada 2018 dan 2020, namun kalah dalam kedua kontestasi tersebut.
Menjadi Perdana Menteri
Setelah Fumio Kishida mundur pada Agustus 2024, Ishiba terpilih sebagai ketua LDP dan dilantik sebagai PM ke-102 Jepang pada 1 Oktober. Ia langsung membubarkan parlemen dan menggelar pemilu cepat pada 27 Oktober.
Namun, LDP kehilangan 68 kursi dan mayoritas parlemen. Meski begitu, Ishiba kembali terpilih oleh Diet pada 11 November untuk memimpin pemerintahan minoritas.
Ia menyusun anggaran 2025 sebesar 115 triliun yen, terbesar sepanjang sejarah Jepang, dengan fokus pada jaminan sosial dan pertahanan. Ishiba juga mendorong pengakuan hukum terhadap pasangan sesama jenis dalam 24 undang-undang, meski enggan melegalkan pernikahan sejenis secara penuh.
Hubungan dengan Amerika Serikat menjadi sorotan. Ia bertemu Presiden Trump pada Februari 2025 dan mengumumkan investasi baru Jepang di AS. Namun, hubungan memanas setelah Trump menetapkan tarif 24% terhadap produk Jepang. Ishiba membentuk dewan lintas kementerian untuk merespons, tapi dianggap terlalu lunak dan tidak efektif.
Skandal pembagian voucher senilai 100.000 yen kepada anggota parlemen baru semakin memperburuk citra publik. Ishiba juga dikritik karena tidak menunjukkan ketegasan saat terjadi konflik diplomatik antara Trump dan Presiden Ukraina Zelensky.
Situasi makin memburuk usai kekalahan LDP–Komeito dalam pemilu majelis tinggi pada 20 Juli 2025. Survei pada 22 Juli mencatat tingkat kepuasan publik hanya 23% — terendah sepanjang masa jabatannya. Isu tarif, perpecahan internal, serta tekanan dari tokoh senior seperti Yoshihide Suga dan Koizumi Shinjir membuat posisi Ishiba kian melemah.
Pengunduran Diri
Ishiba Shigeru mengumumkan pengunduran dirinya dalam konferensi pers pada 7 September 2025, tak lama setelah Jepang dan Amerika Serikat menandatangani nota kesepahaman investasi dan Presiden AS Donald Trump menerbitkan perintah eksekutif terkait kebijakan tarif.
Ia menyatakan tidak akan mencalonkan diri kembali dalam kontestasi khusus pemilihan ketua Partai Demokrat Liberal (LDP).
"Saya selalu mengatakan bahwa saya tidak akan melekat pada jabatan ini, dan akan mengundurkan diri pada waktu yang tepat setelah menyelesaikan tugas saya. Kini saatnya saya mundur," ujarnya.
Ia juga menekankan bahwa pengunduran dirinya adalah langkah penting untuk mencegah perpecahan internal di tubuh partai, yang bisa timbul akibat isu pemilihan presiden luar biasa.
"Saya pikir perpecahan tajam dalam partai bisa terjadi jika isu pemilihan presiden luar biasa terus berkembang. Itu bukan hal yang saya inginkan," katanya.
Meski menyebut keputusan tersebut sebagai langkah yang berat, Ishiba merasa saatnya telah tiba. Ia menyampaikan permohonan maaf kepada publik dan menyatakan akan tetap menjalankan tugas hingga masa transisi selesai.
"Saya harap masyarakat memahami, saya tetap akan menjalankan tugas sampai akhir masa jabatan ini," tegasnya. Ia pun meminta Sekretaris Jenderal LDP, Moriyama Hiroshi, untuk segera menjalankan prosedur pemilihan pemimpin baru sesuai aturan partai.
Melansir NHK World, reaksi dari berbagai kalangan politik dan masyarakat pun mengiringi pengumuman tersebut. Dari internal partai, Inada Tomomi menyebut keputusan Ishiba sebagai langkah terbaik untuk menjaga kesatuan LDP.
Saito Tetsuo dari Komeito menilai pengumuman itu sebagai sesuatu yang "sangat disayangkan," namun memuji upaya
Ishiba dalam membangun kerja sama lintas partai.
Sebaliknya, kubu oposisi mengkritik prosesnya. Noda Yoshihiko dari Partai Demokrat Konstitusional menyebut pengunduran diri itu menciptakan kekosongan politik, sementara Tamaki Yuichiro dari Partai Demokrat untuk Rakyat menilai langkah tersebut terlambat dan seharusnya dilakukan lebih awal.
Dari masyarakat, tanggapan pun beragam. Ada yang terkejut, kecewa, atau justru menganggapnya sebagai hal yang wajar. Beberapa warga merasa Ishiba kurang menunjukkan hasil nyata selama masa jabatannya, sementara yang lain menyayangkan keputusan tersebut karena ia baru memimpin selama 11 bulan.