Ilustrasi. Foto: Dok MI
Jakarta: Membayar pajak kendaraan bermotor secara tepat waktu merupakan kewajiban hukum bagi setiap pemilik kendaraan di Indonesia. Keterlambatan dalam memenuhi kewajiban ini akan mengakibatkan pengenaan sanksi administratif berupa denda yang nilainya akan terus bertambah seiring berjalannya waktu.
Denda keterlambatan ini bertujuan untuk mendorong disiplin dan kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak. Oleh karena itu, penting bagi setiap pemilik sepeda motor untuk memahami bagaimana denda tersebut dihitung agar dapat menghindari beban finansial yang lebih besar.
Komponen denda pajak motor
Saat pemilik motor telat membayar pajak, total denda yang harus dibayarkan terdiri dari dua komponen utama. Komponen tersebut adalah denda Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan denda Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ).
Denda PKB dihitung berdasarkan persentase tertentu dari nilai pokok PKB, sementara denda SWDKLLJ memiliki nominal yang sudah ditetapkan. Kedua komponen ini akan diakumulasikan untuk menentukan total tagihan yang harus dilunasi oleh pemilik kendaraan.
(Ilustrasi. MI/Ramdani)
Cara menghitung besaran denda
Pemilik kendaraan dapat melakukan estimasi perhitungan denda secara mandiri sebelum membayarkannya di kantor Samsat. Perhitungan ini didasarkan pada peraturan yang berlaku, yakni Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.
Berikut adalah rincian cara perhitungannya:
- Denda Pajak Kendaraan Bermotor (PKB): Dihitung dengan rumus 2% x PKB per bulan x Jumlah bulan keterlambatan. Denda ini dikenakan maksimal selama 24 bulan atau 2 tahun.
- Denda SWDKLLJ: Denda ini memiliki tarif tetap. Untuk sepeda motor, besar denda SWDKLLJ yang ditetapkan oleh Jasa Raharja adalah sebesar Rp32 ribu.
Konsekuensi dari penunggakan
Selain denda berupa uang, keterlambatan membayar pajak juga dapat berujung pada sanksi administratif yang lebih serius. Jika pajak tidak dibayarkan selama dua tahun berturut-turut setelah masa berlaku STNK habis, data registrasi kendaraan dapat dihapus.
Apabila data registrasi kendaraan telah dihapus, maka kendaraan tersebut tidak lagi legal untuk dioperasikan di jalan raya. Hal ini tentu akan menimbulkan kerugian yang jauh lebih besar bagi pemiliknya. (
Daffa Yazid Fadhlan)