Kepala Badan Intelijen Mossad, David Barnea. (Anadolu)
Riza Aslam Khaeron • 19 July 2025 10:49
Tel Aviv: Pemimpin badan intelijen luar negeri Israel, Mossad, dilaporkan menghubungi Indonesia dalam upaya evakuasi besar-besaran warga Palestina dari Jalur Gaza. Informasi ini diungkap Axios dalam laporan eksklusif pada Jumat, 18 Juli 2025.
Menurut laporan tersebut, Direktur Mossad David Barnea melakukan kunjungan ke Washington awal pekan ini dan bertemu dengan utusan Gedung Putih, Steve Witkoff. Dalam pertemuan itu, Barnea menyatakan bahwa Israel telah menjalin komunikasi dengan tiga negara, yakni Ethiopia, Indonesia, dan Libya. Ketiga negara itu disebut "terbuka" untuk menerima ratusan ribu warga Palestina dari Gaza.
"Barnea menyarankan agar Amerika Serikat memberikan insentif kepada negara-negara tersebut dan membantu Israel meyakinkan mereka," tulis Axios, mengutip dua sumber yang mengetahui langsung isi pembicaraan tersebut.
Langkah ini merupakan bagian dari upaya pemerintah Israel untuk memindahkan sebagian besar populasi Gaza ke luar wilayah tersebut. Meski disebut sebagai relokasi "sukarela," para ahli hukum internasional dari Israel dan AS menyebut rencana ini berpotensi melanggar hukum perang.
Laporan Axios juga menyebut bahwa pihak Gedung Putih belum menunjukkan komitmen atas permintaan tersebut.
"Witkoff bersikap tidak memberi komitmen," ungkap salah satu sumber.
Hingga laporan ini terbit, pihak Axios mengklaim telah mencoba menghubungi ketiga negara tersebut. Namun, pemerintah Indonesia, Ethiopia, dan Libya belum memberikan tanggapan resmi sampai berita ini terbit. Demikian pula dengan Kantor Perdana Menteri Israel dan Kementerian Luar Negeri ketiga negara tersebut.
Baca Juga: Menhan Israel Ingin Kurung Warga Gaza di 'Kota Humanitarian' di Atas Reruntuhan Rafah |
Rencana relokasi ini menuai keprihatinan internasional. Hampir seluruh warga Gaza telah mengungsi setidaknya satu kali selama perang berlangsung. Sebagian besar bangunan di wilayah tersebut juga mengalami kerusakan atau hancur.
Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz sebelumnya menyatakan adanya rencana untuk memindahkan dua juta warga Gaza ke zona "kemanusiaan" di Gaza Selatan, dimana semua warga Gaza disebut "tidak diizinkan untuk keluar". Namun rencana itu memicu kekhawatiran Mesir dan negara-negara Barat, yang mencurigai Israel berusaha memfasilitasi eksodus massal Palestina dari Gaza.
Israel berulang kali mengklaim bahwa relokasi akan dilakukan secara sukarela dan bahwa warga Palestina yang meninggalkan Gaza akan diperbolehkan kembali kapan saja. Namun pernyataan tersebut menuai keraguan dari komunitas internasional.
Melansir Axios, Presiden AS Donald Trump pada bulan Februari sebelumnya pernah mengusulkan agar dua juta warga Gaza dipindahkan seluruhnya demi membangun kembali wilayah tersebut. Namun usulan tersebut tidak mendapat dukungan dari negara-negara Arab.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu juga turut angkat bicara. Dalam pernyataannya, ia menekankan bahwa Israel bekerja sama "sangat erat" dengan AS untuk mencari negara-negara yang bersedia menerima warga Gaza.
"Saya pikir Presiden Trump memiliki visi yang brilian. Ini soal pilihan bebas. Kalau orang ingin tetap tinggal, silakan. Tapi kalau ingin pergi, mereka seharusnya bisa pergi. Ini tidak seharusnya menjadi penjara," ujar Netanyahu.
Setelah makan malam bersama, seorang pejabat senior Israel mengatakan kepada wartawan bahwa Trump menunjukkan minat untuk terus mendorong "relokasi" warga Palestina dari Gaza. Pihak Gedung Putih belum memberikan komentar atas pernyataan ini.