Ilustrasi. Media Indonesia
Media Indonesia • 19 June 2025 07:28
ESKALASI konflik antara Iran dan Israel tidak menunjukkan tanda-tanda surut. Perang kedua negara itu tidak sekadar memberikan kejutan bagi masyarakat internasional, tetapi juga memicu kekhawatiran bakal menjadi preseden buruk bagi konflik kawasan yang lebih luas.
Situasi saat ini masih tidak terkendali karena kedua negara terlibat dalam aksi saling balas. Seruan untuk menahan diri dari berbagai negara belum berdampak untuk memaksa Israel dan Iran menghentikan perang. Belum juga ada pihak-pihak yang berdiri di antara dua negara yang telah lama bersitegang itu untuk menawarkan jalan tengah demi mencari solusi.
Konflik terbuka Iran-Israel itu juga tidak bisa dipandang sekadar perselisihan dua bangsa. Keduanya telah lama terlibat dalam konflik politik, ideologi, dan perebutan pengaruh di kawasan Timur Tengah dengan Israel selalu tampil dengan sokongan negara-negara Barat dan Amerika Serikat.
Eskalasi aktivitas militer di antara keduanya tidak hanya berdampak pada kawasan tersebut, tetapi juga memicu ketidakstabilan global. Bagi Indonesia, ancaman itu terjadi terutama pada sektor energi dan keuangan, tekanan terhadap nilai tukar rupiah, serta meningkatnya tekanan inflasi yang bisa kian menggerus daya beli masyarakat.
Pada hari pertama pecahnya perang, harga minyak dunia terkerek. Kontrak berjangka minyak brent naik sebesar USD6,29 atau 9,07% menjadi USD75,65 per barel. Sementara itu, minyak mentah west texas intermediate (WTI) Amerika Serikat naik sebesar USD6,43 atau 9,45% menjadi USD74,47 per barel.
Sebagai negara pengimpor minyak, Indonesia sangat bergantung pada kestabilan harga energi global. Selat Hormuz, jalur vital pengiriman minyak dunia yang berada di kawasan konflik, menjadi titik rawan yang bisa menyebabkan pasokan energi terganggu kapan saja. Selat itu merupakan jalur bagi sepertiga pasokan minyak dunia yang diangkut melalui laut yang menyalurkan sekitar 21 juta barel setiap hari.
Jika harga minyak dunia terus terkerek, tekanan terhadap anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) kian signifikan. Asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) dalam APBN yang sebesar USD82 per barel bisa goyah jika harga minyak dunia menembus angka USD100 per barel akibat perang tersebut. Karena itu, beban subsidi pada APBN bisa membengkak mendekati Rp250 triliun.
Baca Juga:
Harga Minyak Dunia Naik Lagi Imbas Kekhawatiran Pasokan Terganggu |