Ilustrasi. Foto: Dok MI
Eko Nordiansyah • 5 March 2025 19:03
Jakarta: Pengetatan pengendalian produk tembakau oleh pemerintah Jawa Barat melalui Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Perda KTR) sewajarnya perlu memikirkan keberlangsungan banyak pihak. Para petani, pekerja, hingga pelaku UMKM di Jawa Barat juga banyak menggantungkan hidupnya pada komoditas ini.
Pengamat Politik dan Pemerintahan dari Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) Arlan Siddha mengatakan, Perda KTR ini harus secara berimbang mengakomodir hak masyarakat yang terdampak dalam implementasinya. Salah satunya penyediaan Tempat khusus Merokok (TKM) yang mumpuni.
“Perda ini bukanlah peraturan yang baru, tapi implementasinya harus mengedepankan keberimbangan dan keadilan. Salah satunya harus jelas dalam melaksanakan kewajiban penyediaan TKM ini,” ujar dia kepada wartawan, Rabu, 5 Maret 2025.
Arlan juga berpandangan bahwa penyusunan kebijakan pengendalian tembakau di Indonesia, mulai dari Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024 hingga turunan teknisnya dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) tidak bisa menyamakan dengan peraturan yang diadopsi negara lain.
Ia menegaskan, Indonesia adalah sentra tembakau yang sudah menjadi warisan dan bagian dari kultur masyarakat. Sehingga dalam proses penyusunan hingga implementasi aturannya harus selalu melibatkan pihak-pihak yang terdampak, bukan malah mengadopsi pasal-pasal FCTC yang tidak diratifikasi oleh Indonesia.
“Jangan sampai peraturan dibuat justru memakan korban, para pekerja di sektor ini bisa kehilangan pekerjaannya. Jadi, kita tidak bisa membuat aturan yang sekadar sesuai dengan kondisi negara di luar Indonesia. Harus kembali ke khittah dan kultur kita agar peraturan itu dapat berjalan dengan baik,” ujarnya.
Baca juga:
Penyeragaman Kemasan Rokok Bikin Industri Tembakau Tertekan |