Moh Zakki saat mendampingi Sahara di Polresta Malang Kota. Metrotvnews.com/ Daviq Umar Al Faruq
Daviq Umar Al Faruq • 8 October 2025 19:34
Malang: Konflik antarwarga yang menyeret nama mantan dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang, Imam Muslimin alias Yai Mim, dan tetangganya, Sahara, terus menjadi sorotan publik. Sahara melalui kuasa hukumnya, Moh Zakki, meminta masyarakat tidak terpancing dan menjaga suasana tetap kondusif.
Zakki menegaskan pihaknya tetap menghormati proses hukum yang kini tengah berjalan di Polresta Malang. Ia juga menegaskan bahwa Sahara tidak berniat memperkeruh suasana.
“Konflik ini kan ibaratnya di dapur yang sama, namun ada dua piring yang saling bergesekan kemudian bunyi. Lalu apabila ada yang mengaitkan dengan membawa masalah SARA, saya pikir ini berlebihan,” kata Zakki, Rabu, 18 Oktober 2025.
Menurut Zakki persoalan ini pada dasarnya hanyalah konflik biasa antara tetangga, yang seharusnya bisa diselesaikan secara kekeluargaan.
Namun situasi di media sosial justru berkembang ke arah yang tidak sehat. Isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) mulai dikaitkan dengan konflik tersebut, yang menurutnya sangat tidak relevan.
“Ini tidak ada hubungannya dengan persoalan ras dan sebagainya. Ini persoalan konflik biasa, namun kami tidak tahu siapa yang menggoreng kasus ini hingga dikaitkan dengan masalah SARA," ungkap Zakki.
Zakki berharap semua pihak bisa lebih bijak dalam menyikapi persoalan ini. Ia juga mengajak masyarakat untuk tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang belum tentu benar.
“Kami ingin Kota Malang adem ayem, kami sangat menjaga kondusifitas di lingkungan,” ujar Zakki.
Kasus yang melibatkan mantan dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Imam Muslimin dengan Sahara ini sebelumnya sempat viral di media sosial. Perselisihan antar tetangga itu semakin memanas setelah kedua belah pihak saling melapor ke polisi.
Kasus ini juga berimbas pada karir Imam di kampus. Pihak UIN Malang menonaktifkan yang bersangkutan dari tugas mengajar dan menyerahkan penanganan kasus ke Inspektorat Jenderal Kementerian Agama (Kemenag).
Puncaknya, warga Joyogrand melalui rapat pada 7 September 2025 sepakat mengeluarkan surat keputusan bersama untuk meminta Imam dan keluarganya meninggalkan lingkungan. Surat itu berisi lima poin alasan pengusiran, termasuk tuduhan pelanggaran norma kesopanan serta adat istiadat setempat.