Ke Tanah Kami

Dewan Redaksi Media Group Abdul Kohar. Foto: MI/Ebet.

Ke Tanah Kami

Abdul Kohar • 24 September 2025 10:07

Ke Tanah Kami

KE tanah kita, dan ia yang dekat dengan firman Tuhan, langit-langit awan

Ke tanah kita, dan ia yang jauh dari kata sifat dan kata benda, peta ketiadaan

Ke tanah kita, dan ia yang kecil seperti biji wijen, cakrawala surgawi, dan jurang tersembunyi'


Tiga paragraf awal sajak yang ditulis sastrawan Palestina Mahmoud Darwish (1941-2008) berjudul Ke Tanah Kami itu mewakili kerinduan tak terperi bangsa Palestina atas kemerdekaan mereka. Kini, pintu kemerdekaan kian terbuka kendati masih ada penghalang. Setidaknya, cucuran darah dan hilangnya nyawa ratusan ribu orang Palestina kini membangunkan kewarasan global.

Saat akal sehat mulai merambat, kemerdekaan Palestina serasa dekat dan Israel pun kian terkucil. Wajar jika Perdana Menteri Benjamin Netanyahu berang. Itu terjadi setelah lebih dari 150 negara di dunia serempak mengakui negara Palestina merdeka. Bahkan, terakhir, pengakuan datang dari negara-negara yang selama ini bersekutu dengan negeri Zionis tersebut.

Sebelum serangan Israel ke Gaza pada Oktober 2023, jumlah negara yang mengakui Palestina sekitar 135 negara. Namun, angka itu terus meningkat seiring dengan eskalasi agresi dan kebrutalan Israel di wilayah Gaza. Pada 2024, Irlandia, Norwegia, Spanyol, Slovenia, dan Armenia menyatakan pengakuan, disusul Meksiko pada awal 2025.

Puncaknya, Sidang Majelis Umum (SMU) PBB 2025 yang digelar awal pekan ini menghadirkan momentum baru. Sejumlah negara menyatakan pengakuan resmi terhadap Palestina, memperkuat dorongan bagi solusi dua negara. Menjelang konferensi tingkat tinggi PBB terkait Palestina pada Senin (22/9), Kanada, Australia, Inggris, dan Portugal hampir bersamaan mengumumkan pengakuan mereka terhadap Palestina.

Ilustrasi Sidang PBB. Foto: UN Photo/Cia Pak.

Perdana Menteri (PM) Kanada Mark Carney menegaskan negaranya menjadi anggota G-7 pertama yang mengakui Palestina. “Pengakuan ini mendukung solusi dua negara dan koeksistensi damai,” ujarnya.

PM Australia Anthony Albanese bersama Menlu Penny Wong menyatakan pengakuan serupa. Menurutnya, hal itu bentuk dukungan atas aspirasi sah rakyat Palestina untuk memiliki negara sendiri. Sementara itu, PM Inggris Keir Starmer menyebut langkah tersebut sebagai janji untuk menjaga harapan solusi dua negara. “Kami bergabung bersama 150 negara lain yang mengakui Palestina,” ujarnya. Portugal juga menegaskan komitmen mereka melalui Menlu Paulo Rangel di New York. “Pengakuan negara Palestina ialah garis dasar kebijakan luar negeri Portugal,” katanya.

Dalam konferensi tingkat tinggi di Markas Besar PBB itu beberapa negara kembali menegaskan dukungan mereka. Presiden Prancis Emmanuel Macron menjadi pembicara pertama yang mengumumkan pengakuan resmi negaranya. “Waktunya telah tiba. Hari ini Prancis mengakui negara Palestina,” tegas Macron yang disambut tepuk tangan meriah delegasi.

Tak lama, Pangeran Albert II dari Monako menyatakan pengakuan serupa, sembari menegaskan dukungan terhadap eksistensi Israel. PM Luksemburg Luc Frieden menyebut keputusan negaranya sebagai 'awal komitmen baru' bagi perdamaian dan diplomasi, bukan langkah melawan Israel.

Dengan bertambahnya pengakuan resmi dari negara-negara berpengaruh seperti Prancis, Kanada, Inggris, dan Australia, jumlah pengakuan terhadap Palestina kini melewati 150 negara. Itu jelas kemenangan Palestina dan pukulan telak buat Israel dan PM Netanyahu.

Praktis, tinggal 10 negara yang tegas-tegas menolak mengakui Palestina merdeka, serta 12 negara yang memilih abstain. Negara yang menolak ialah Amerika Serikat, Israel, Hongaria, Nauru, Argentina, Paraguay, Micronesia, Palau, Papua Nugini, dan Tonga. Negara yang abstain ialah Albania, Kamerun, Ekuador, Kongo, Ethiopia, Fiji, Guatemala, Moldova, Masedonia Utara, Samoa, Sudan Selatan, dan Republik Ceko.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang terpojok tetap keras kepala. Ia menolak solusi dua negara. Menurut dia, Israel tidak akan pernah bersedia hidup berdampingan dengan negara Palestina yang merdeka. "Tidak akan ada negara Palestina. Saya akan memberikan jawaban atas upaya terbaru untuk memaksakan negara teroris di jantung negara kami. Anda telah memberi terorisme imbalan sangat besar,” ujar Netanyahu, seperti dikutip dari Sputnik, awal pekan ini.

Netanyahu bergeming. Ia menandaskan Israel akan tetap melanjutkan pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat meski mendapat kecaman internasional. Apa yang Netanyahu sampaikan tidak mengherankan. Ia politikus Partai Likud yang tak sudi menerima solusi dua negara. Ia menulis lima buku, tiga di antaranya bicara soal terorisme yang terus-menerus ia dengungkan untuk kelompok Hamas yang menuntut keadilan.

Netanyahu ingin menguasai panggung. Dengan di-back up Amerika Serikat, ia merasa bahwa dunia tetap dalam genggamannya. Nyatanya, genggaman itu kian rapuh. Namun, Netanyahu tak peduli. Ia seperti terus hendak memperpanjang derita dan penantian rakyat Palestina untuk mendapatkan hak mereka, seperti lanjutan sajak Mahmoud Darwish:

'Ke tanah kita, dan ia yang miskin seperti sayap burung belibis, kitab suci, dan identitas yang terluka

Ke tanah kita, dan ia yang dikelilingi bukit-bukit yang robek, penyergapan masa lalu yang baru

Ke tanah kita, dan ia yang merupakan hadiah perang, kebebasan untuk mati karena kerinduan dan terbakar dan tanah kita,

Di malam yang berdarah, adalah permata yang berkilauan untuk yang jauh di atas yang jauh dan menerangi apa yang ada di luarnya

Sedangkan bagi kita, di dalam,

Kita lebih tercekik!'.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Anggi Tondi)