Kepala Satgas Pangan Polri Brigjen Helfi Assegaf. Foto: Metrotvnews.com/Siti Yona Hukmana.
Siti Yona Hukmana • 4 August 2025 10:40
Jakarta: Satgas Pangan Polri memeriksa tiga tersangka dari PT Food Station Tjipinang Jaya (FS), produsen beras yang diduga memproduksi beras oplosan, atau beras tidak sesuai standar mutu dan takaran, Senin, 4 Agustus 2025. Ketiganya merupakan bos produsen beras milik Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) itu.
"Sesuai jadwal, panggilan jam 10.00 WIB," kata Kepala Satgas Pangan Polri Brigjen Helfi Assegaf kepada Metrotvnews.com, Senin, 4 Agustus 2025.
Adapun ketiga tersangka itu ialah Direktur Utama Food Station Karyawan Gunarso (KG), Direktur Operasional Food Station Ronny Lisapaly (RL), dan Kepala Seksi Quality Control Food Station berinisial RP. Helfi menyebut ketiganya konfirmasi hadir.
"Iya hadir," ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri itu.
Meski ketiga bos PT Food Station telah menjadi tersangka, Helfi sempat memastikan pihaknya tidak akan melakukan penahanan. Pasalnya, ketiga tersangka dianggap kooperatif selama proses penyelidikan dan penyidikan.
"Untuk penahanan, kita belum melakukan penahanan. Karena memang selama proses penyidikan yang kami sampaikan tadi, mereka sangat kooperatif. Kami terima kasih sekali para saksi-saksi termasuk terlapor dan tersangka juga hadir berdasar proses penyidikan semuanya kooperatif," kata Helfi dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Jumat, 1 Agustus 2025.
Ketiganya ditetapkan tersangka usai gelar perkara pada Kamis, 31 Juli 2025. Mereka diduga memperdagangkan produk beras yang tidak sesuai dengan standar mutu dan berat sesuai label kemasan. Selain tersangka perorangan, Polri juga membidik PT Food Station sebagai tersangka korporasi.
Adapun
beras yang diproduksi Food Station dengan cara curang ialah Setra Ramos Merah, Setra Ramos Biru, Setra Pulen Alfamart, Setra Wangi, dan Resik.
Para tersangka dijerat Pasal 62 Jo Pasal 8 ayat (1) huruf a dan f Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU. Dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara dan denda Rp10 miliar.