Serangan Israel di Doha Guncang Qatar dan Uji Hubungan dengan AS

Qatar adalah salah satu sekutu dekat AS di kawasan Teluk. (Anadolu Agency)

Serangan Israel di Doha Guncang Qatar dan Uji Hubungan dengan AS

Muhammad Reyhansyah • 10 September 2025 10:22

Doha: Israel melancarkan serangan udara ke ibu kota Qatar, Doha, pada Selasa, 9 September 2025, yang diklaim menargetkan pertemuan pimpinan politik kelompok pejuang Palestina Hamas. Serangan tersebut mengguncang salah satu sekutu terdekat Amerika Serikat di Teluk, dan memicu guncangan diplomatik serta menimbulkan pertanyaan tentang jaminan keamanan Washington di kawasan.

Qatar, negara kecil namun kaya gas, selama ini menjadi tuan rumah pangkalan militer terbesar AS di Timur Tengah, berstatus sekutu utama non-NATO, dan berperan penting dalam evakuasi warga Amerika dari Afghanistan. Namun status itu tidak mencegah serangan Israel saat Doha tengah menengahi negosiasi gencatan senjata yang didukung AS.

Dikutip dari The Independent, Rabu, 10 September 2025, sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, militer Israel memburu pimpinan kelompok itu hingga ke luar Gaza. Namun Doha sebelumnya dianggap tabu, mengingat perannya sebagai mediator utama sekaligus sekutu Washington.

Analis menilai keputusan Israel menyerang Doha merupakan langkah berisiko tinggi yang merusak perundingan, mengguncang tatanan regional, dan menimbulkan keraguan atas komitmen keamanan AS.

“Ini guncangan besar bagi tatanan internasional, menimbulkan pertanyaan tentang kedaulatan dan kebebasan Israel bertindak,” kata Sanam Vakil, Direktur Program Timur Tengah dan Afrika Utara di Chatham House.

Gedung Putih menyatakan telah mendapat pemberitahuan dari Israel sebelum serangan. Namun juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar, Majed al-Ansari, menegaskan negaranya baru dihubungi saat bom sudah dijatuhkan.

Serangan tersebut menggemparkan negara-negara Teluk yang selama ini kerap berselisih dengan Qatar soal simpati politik Islam. Uni Emirat Arab, melalui penasihat diplomatik Anwar Gargash, menegaskan, “Keamanan negara-negara Teluk Arab tidak dapat dipisahkan, dan kami berdiri penuh bersama Qatar, mengutuk serangan Israel yang licik.”

Ketergantungan Teluk pada kehadiran militer AS kini dipandang rapuh. Menurut Will Todman, peneliti di Center for Strategic and International Studies, serangan ini mempercepat tren negara-negara Teluk untuk menjalin kedekatan dengan Tiongkok dan Rusia.

Vakil menambahkan bahwa Israel kini dipandang lebih mengkhawatirkan ketimbang Iran. “Dulu Iran dianggap ancaman terbesar. Kini, dengan Iran melemah tetapi belum runtuh, justru Israel yang menimbulkan kecemasan,” ujarnya.

Langkah Israel itu juga mengaburkan masa depan perjanjian Abraham Accords yang pada 2020 membuka hubungan diplomatik dengan UEA dan Bahrain. Sebelum perang Gaza, ada tanda-tanda Arab Saudi akan ikut serta.

Namun agresi Israel ke Gaza dan serangan ke Doha membuat peluang itu hampir tertutup. “Normalisasi praktis sudah mati bagi negara Teluk,” kata Dina Esfandiary, analis Timur Tengah di Bloomberg Economics.

“Bagaimana mungkin menormalisasi hubungan dengan negara yang menyerang salah satu saudaramu?”

Doha sebelumnya menjadi lokasi utama perundingan gencatan senjata untuk membebaskan puluhan sandera Israel yang masih ditahan Hamas di Gaza. Serangan Israel menghantam pertemuan pimpinan Hamas yang tengah membahas proposal terbaru pemerintahan Trump.

Namun Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang menghadapi tekanan dari sekutu politik sayap kanan, menolak menghentikan perang dan merencanakan ofensif darat baru di Gaza. Langkah ini dikhawatirkan memperburuk krisis kemanusiaan sekaligus mengancam keselamatan sandera yang tersisa.

Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani menyatakan negosiasi gencatan senjata tidak lagi layak dilanjutkan setelah serangan tersebut.

“Serangan ini adalah pesan tidak hanya kepada Hamas, tetapi kepada seluruh kawasan,” kata Vakil.

Baca juga:  Kritik Serangan Israel di Qatar, Trump: Keputusan Netanyahu, Bukan Saya

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Willy Haryono)