Benjamin Netanyahu (Kiri) dan Donald Trump (Kanan). (EPA)
Riza Aslam Khaeron • 4 February 2025 14:03
Washington DC: Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu akan bertemu dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump di Gedung Putih pada Selasa, 4 Februari 2025. Kunjungan ini merupakan yang pertama bagi Netanyahu sejak Trump kembali menjabat kembali sebagai Presiden AS dan berlangsung di tengah ketegangan global yang tinggi.
Mengutip BBC pada Selasa, 4 Februari 2025, Duta Besar Israel untuk AS, Yechiel Leiter, menyebut kunjungan ini sebagai "kunjungan bersejarah." Ia menegaskan bahwa "persahabatan AS-Israel kuat dan semakin kuat."
Berdasarkan BBC, pertemuan ini merupakan pertemuan yang sangat penting bagi Netanyahu dan Israel untuk mendapatkan dukungan kuat paman Sam di Gaza dan Timur Tengah, berikut 4 agenda Israel dalam pertemuan kedua pemimpin negara.
Lanjutkan Operasi Militer di Gaza
Pertemuan ini berlangsung di tengah gencatan senjata antara Israel dan Hamas yang dimulai pada 19 Januari 2025. Trump mengklaim telah memainkan peran kunci dalam perundingan ini, yang telah menghasilkan pembebasan 13 sandera Israel dan lima warga Thailand, serta pembebasan 583 tahanan Palestina. Namun, Netanyahu menegaskan bahwa gencatan senjata ini bersifat sementara, dan Israel tetap memiliki "hak untuk melanjutkan pertempuran" melawan Hamas, yang diyakininya akan didukung oleh AS.
Di dalam negeri, Netanyahu menghadapi tekanan dari sekutu sayap kanannya. Beberapa anggota koalisinya menolak perjanjian ini, dengan satu anggota bahkan mengundurkan diri dari pemerintahan. Jika lebih banyak sekutu politiknya mundur, Netanyahu dapat kehilangan mayoritas di parlemen.
Normalisasi Hubungan dengan Arab Saudi
Isu utama yang akan dibahas dalam pertemuan ini adalah upaya normalisasi hubungan antara Israel dan Arab Saudi. Mengutip BBC, Trump berharap dapat memperluas Perjanjian Abraham yang sebelumnya telah membawa Israel menjalin hubungan diplomatik dengan Uni Emirat Arab dan Bahrain. Namun, Riyadh telah menghentikan pembicaraan sejak perang di Gaza dimulai dan menegaskan bahwa normalisasi tidak akan terjadi sebelum status kenegaraan Palestina diselesaikan.
Seorang analis di surat kabar Israel Maariv, Anna Barsky, menulis bahwa "jika proses menuju normalisasi dimulai sekarang, ini bisa menjadi insentif kuat bagi Israel untuk memperpanjang gencatan senjata demi menjaga agar pembicaraan damai yang bersejarah ini tetap berjalan."
Perketat Sanksi untuk Iran
Ancaman dari Iran juga akan menjadi agenda utama pertemuan ini. Trump dan Netanyahu sama-sama menentang program nuklir Iran, dengan Trump sebelumnya menarik AS dari kesepakatan nuklir Iran (JCPOA) pada 2018.
Menurut koresponden BBC Yolande Knell di Yerusalem, Netanyahu akan mendorong agar pemerintahan Trump memperketat sanksi terhadap Iran dan meningkatkan dukungan terhadap operasi militer Israel yang menargetkan kepentingan Iran di Suriah dan Irak.
Iran telah dua kali meluncurkan serangan langsung ke Israel menggunakan rudal dan drone pada tahun lalu, yang semakin memperburuk ketegangan di kawasan. Trump ingin memperkuat aliansi strategis AS dengan Israel dalam menghadapi ancaman Iran, tetapi juga berusaha untuk menghindari eskalasi konflik yang lebih luas.
Hadang Investigasi ICC
Menurut Knell, Kunjungan ini juga memberikan keuntungan diplomatik bagi Netanyahu, yang saat ini menghadapi tuntutan dari Mahkamah Pidana Internasional (ICC) atas dugaan kejahatan perang dalam serangan Israel di Gaza.
Pemerintah AS tidak mengakui yurisdiksi ICC dan telah mengecam langkah pengadilan internasional tersebut. Melansir BBC, Netanyahu ingin memastikan bahwa AS akan terus mendukungnya secara diplomatik dan mencegah negara-negara sekutu AS lainnya memberikan legitimasi terhadap penyelidikan ICC.
Trump telah memberikan sejumlah keputusan yang menguntungkan Netanyahu. AS di bawah kepemimpinannya telah mengangkat sanksi terhadap pemukim Israel yang dituduh melakukan kekerasan terhadap warga Palestina serta menyetujui pengiriman bom seberat 2.000 pon yang sebelumnya diblokir oleh pemerintahan Biden.