Para tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas kredit di Sumsel. Dokumentasi Kejari Sulsel
Whisnu Mardiansyah • 11 November 2025 16:42
Palembang: Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatra Selatan menetapkan enam orang sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas kredit. Kasus ini melibatkan pinjaman dari salah satu bank pelat merah kepada PT BSS dan PT SAL.
"Tim Penyidik telah mengumpulkan alat bukti yang cukup, kemudian menetapkan enam orang sebagai tersangka," ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari, Selasa, 11 November 2025.
Para tersangka terdiri dari WS selaku Direktur PT BSS periode 2016 hingga sekarang sekaligus Direktur PT SAL periode 2011 hingga sekarang, MS sebagai Komisaris PT BSS periode 2016-2022, serta empat karyawan bank BUMN yaitu DO sebagai Junior Analis Kredit tahun 2013, ED sebagai Account Officer periode 2010-2012, ML sebagai Junior Analis Kredit tahun 2013, dan RA sebagai Relationship Manager periode 2011-2019.
Hingga saat ini, penyidik telah memeriksa 107 orang saksi. Kelima tersangka telah ditahan selama 20 hari ke depan, mulai 10 November 2025 di Rumah Tahanan Negara Kelas 1 Palembang untuk Tersangka MS, DO, ED dan RA, sedangkan tersangka ML di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas IIb Merdeka Palembang. Tersangka WS tidak dapat hadir karena sedang menjalani perawatan di rumah sakit.
PT BSS mengajukan kredit investasi untuk kebun inti dan plasma senilai Rp760,8 miliar pada tahun 2011. Kemudian pada 2013, PT SAL dengan manajemen yang sama mengajukan kredit serupa sebesar Rp677 miliar kepada bank BUMN di Jakarta.
Direktur PT BSS aktif melakukan sosialisasi kepada petani plasma dan berkoordinasi dengan instansi terkait untuk memperlancar proses pengajuan kredit. Namun, investigasi mengungkap praktik tidak benar dalam proses penilaian kelayakan kredit.
Tim penilai dari Divisi Agribisnis bank diduga memasukkan data dan fakta tidak benar dalam memorandum analisa kredit. Kesalahan ini meliputi persyaratan agunan, proses pencairan dana plasma, dan pelaksanaan pembangunan kebun yang tidak sesuai dengan tujuan pemberian kredit.
Selain kredit investasi, kedua perusahaan juga mendapatkan fasilitas kredit lainnya. PT SAL menerima kredit pembangunan pabrik minyak kelapa sawit dan modal kerja senilai Rp862,2 miliar, sementara PT BSS mendapatkan Rp900,6 miliar.
Akibat praktik ini, seluruh fasilitas kredit tersebut kini berstatus kolektabilitas 5 atau macet. Penyimpangan dalam proses pengajuan dan penilaian kredit ini menyebabkan kerugian negara yang signifikan. Estimasi kerugian negara mencapai Rp1,18 triliun. Angka ini berasal dari total kerugian Rp1,68 triliun dikurangi nilai aset yang telah disita senilai Rp506,15 miliar.