Keanggotaan OECD Bisa Bikin Indonesia 'Ketiban' Investasi USD87,7 Miliar

Ilustrasi. Foto: Medcom.id

Keanggotaan OECD Bisa Bikin Indonesia 'Ketiban' Investasi USD87,7 Miliar

Ihfa Firdausya • 29 July 2025 10:03

Jakarta: Aksesi Indonesia untuk menjadi anggota Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi atau Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) disebut dapat menjadi katalis bagi transformasi ekonomi di Indonesia.

Peneliti senior Center of Indonesian Policy Studies (CIPS) Deasy Pane menyebut keanggotaan OECD akan membantu Indonesia mengurangi hambatan perdagangan dan menarik investasi terutama teknologi.

Ia menyebut meskipun Indonesia negara penerima FDI terbesar kedua di ASEAN, namun kinerja investasi ini relatif stagnan sejak 20 tahun terakhir. Selain itu, investasi masih terkonsentrasi pada sektor-sektor tradisional yang memiliki nilai tambah rendah dan belum sepenuhnya terintegrasi dalam rantai nilai global yang bernilai tinggi.

"Jika kita lihat data, sektor-sektor yang tergabung dalam GVC seperti sektor-sektor manufaktur itu masih kekurangan investasi,” kata Deasy dalam acara diskusi yang diselenggarakan CIPS di Jakarta, dikutip Selasa, 29 Juli 2025.

Studi memproyeksikan pada 2028, investasi akan masuk sebesar USD87,7 miliar dengan 25 persen berasal dari negara-negara OECD. Dari sisi perdagangan, meskipun ekspor Indonesia menunjukkan peningkatan, pangsa pasar Indonesia di perdagangan global hanya naik perlahan. Dari sekitar 0,8 persen pada 2004 menjadi sekitar 1,1 persen di 2023.

Studi juga melihat kinerja perdagangan Indonesia dengan negara-negara anggota OECD mengalami tren penurunan baik dari sisi ekspor maupun impor dalam beberapa tahun terakhir.

"Tentu ini menjadi perhatian mengingat negara-negara OECD merupakan pasar yang besar dengan permintaan yang tinggi khususnya untuk produk-produk bernilai tambah tinggi," kata dia.
 

Baca juga: Indonesia Sudah Penuhi 90% Persyaratan Masuk OECD


(Ilustrasi. Foto: sahabatsinergi.com)
 

Kebut reformasi kebijakan energi terbarukan


CIPS melihat terbatasnya keterlibatan Indonesia dalam pasar OECD membatasi peluang untuk berintegrasi ke dalam rantai nilai global, mengakses teknologi yang lebih maju, serta memperluas pasar untuk produk penuh faktor dan jasa yang berdaya saing.

Pihaknya juga melakukan analisis benchmarking dengan negara-negara yang sudah bergabung dengan OECD sebelumnya, seperti Kosta Rika yang sukses melakukan reformasi dan menarik investasi baru di sektor teknologi dan jasa berdaya tinggi.

Dari sisi sektor energi dan juga pertambangan, sektor energi masih bergantung pada komunitas fosil seperti batu bara yang cukup rentan terhadap volatilitas harga dan isu-isu lingkungan.

"Dengan potensi energi terbarukan yang besar, kontribusi energi hijau masih relatif kecil dari bauran energi kita, keanggotaan OECD juga akan mempercepat reformasi kebijakan energi terbarukan, akses pendanaan iklim, serta teknologi hijau untuk ketahanan jangka panjang," ungkap dia.

Hasil studi menunjukkan tantangan utama aksesisi ini adalah reformasi regulasi di berbagai sektor. Investasi, perdagangan, tata kelola, persaingan usaha, pertanian, energi, dan keberlanjutan.

"Kita perlu meninjau kebijakan investasi yang saat ini membatasi masuknya modal asing, memperbarui perlindungan konsumen, memperbaiki koordinasi lintas sektor, dan menerapkan transparansi serta kepatuhan yang lebih ketat," sebut Deasy.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Husen Miftahudin)