Pakar: Niat Prabowo Tampung Warga Palestina Rawan Bantu Niat Pengosongan Gaza

Presiden Prabowo Subianto dengan mantan Menhan AS. (EPA-EFE/BAGUS INDAHONO)

Pakar: Niat Prabowo Tampung Warga Palestina Rawan Bantu Niat Pengosongan Gaza

Riza Aslam Khaeron • 15 April 2025 17:38

Yogyakarta: Pakar politik internasional menilai rencana evakuasi seribu warga Gaza oleh Presiden Prabowo Subianto ke Indonesia tidak sepenuhnya didorong oleh motif kemanusiaan, melainkan strategi politik untuk mendekati Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

"Kalau ada keinginan oleh seorang pemimpin untuk mengevakuasi korban, berarti pemimpin tersebut tidak memahami esensi dari konflik," ujar dosen Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Ratih Herningtyas, dikutip dari laman Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada Selasa, 15 April 2025.

Ratih menjelaskan bahwa konflik Gaza merupakan isu kedaulatan dan bukan sekadar persoalan kemanusiaan. Ia mengingatkan bahwa langkah evakuasi justru bisa mempercepat proses pengosongan wilayah oleh Israel. Menurutnya, langkah ini dapat membantu strategi jangka panjang Israel untuk menghilangkan populasi Palestina dari tanah mereka sendiri.

"Biasanya, orang Palestina yang sudah keluar, akan sulit lagi untuk masuk," lanjutnya. Ia menegaskan pentingnya mempertanyakan apakah Indonesia memiliki komitmen dan kemampuan untuk menjamin bahwa warga Gaza yang dievakuasi dapat kembali ke tanah airnya ketika situasi membaik.

"Apakah pemerintah Indonesia dapat menjamin bahwa setelah dievakuasi nanti, warga Gaza dapat dikembalikan ke tempat asalnya?" tegas Ratih. Ia mengingatkan bahwa kebijakan seperti ini dapat berdampak sistemik terhadap legitimasi perjuangan Palestina di mata dunia.

Ratih juga menyoroti bahwa wacana evakuasi ini mencuat bersamaan dengan kebijakan tarif yang diberlakukan oleh Amerika Serikat terhadap Indonesia sebesar 32 persen. Ia menduga bahwa langkah ini merupakan upaya "mengambil hati" Trump, yang juga memiliki kebijakan relokasi pengungsi Gaza ke negara-negara lain.

"Wacana ini seperti kompensasi agar tarif untuk Indonesia bisa diturunkan," ujarnya. Ia mencatat bahwa sehari setelah wacana ini mencuat, tarif ke Indonesia diturunkan kembali menjadi 10 persen. Hal ini memperkuat dugaan bahwa langkah Prabowo ini merupakan bagian dari strategi diplomasi timbal balik dengan motif ekonomi.

"Gak masuk akal dengan situasi politik kita yang selama ini selalu berada di paling depan untuk menolak penjajahan Israel di Palestina," ucap Ratih.
 

Baca Juga:
Evakuasi Gaza, Upaya Prabowo 'Hibur' Trump untuk Kurangi Tarif?

Ia menilai bahwa Indonesia justru memperlemah posisinya sendiri di kancah internasional dengan menjadi contoh negara yang bersedia memfasilitasi relokasi warga Gaza.

"Ini loh, Indonesia aja mau loh," ujar Ratih, menggambarkan kemungkinan Indonesia dijadikan alat propaganda oleh Amerika dan Israel.

Ratih juga mengkritik pernyataan Presiden Trump sebelumnya yang menyebut bahwa beberapa negara ingin "mencium bokong saya". Dalam konteks ini, Ratih menilai Indonesia seolah sedang memvalidasi ucapan Trump tersebut melalui langkah-langkah kebijakan yang terlalu kompromistis.

Di sisi lain, Ratih menilai bahwa tindakan Trump melalui kebijakan tarif dan relokasi ini merupakan bentuk dari strategi aggressive behaviour yang bersifat menguji batas negara-negara lain. "Ini seperti tindakan testing the water, ingin menguji siapa yang sebenarnya lawan dan siapa yang kawan yang masih dapat dikontrol olehnya," ujarnya.

Sebagai alternatif, Ratih menyerukan agar pemerintah Indonesia kembali pada pendekatan diplomatik yang konsisten dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Ia menyarankan agar Indonesia lebih aktif menyerukan penghentian agresi militer Israel dan membuka akses bantuan kemanusiaan ke Gaza.

"Daripada mengevakuasi seribu yang notabenenya masih berapa persen dari total populasinya, mengapa tidak memilih bentuk penyelesaian dari aspek penghentian tindakan kekerasan yang dilakukan oleh Israel? sambil memastikan bahwa semua orang di sana mendapatkan akses pada kebutuhan dasarnya," lanjut Ratih.

"Prioritas sekarang adalah ikut memperjuangkan dengan cara menyerukan penghentian aksi militer di sana, gencatan senjata harus dicapai, Gaza adalah wilayah yang berisi manusia yang punya hak untuk hidup. Lebih baik kembali kepada koridor diplomasi yang sebelumnya telah dilakukan oleh Bu Retno sebelumnya, segera menegosiasikan untuk membuka akses bantuan kemanusiaan yang masuk ke Gaza," seru Ratih, Selasa, 15 April 2025.

Dengan demikian, polemik ini tidak hanya menyangkut kebijakan luar negeri Indonesia, namun juga kredibilitas moral dan konsistensi diplomasi negara terhadap perjuangan rakyat Palestina yang selama ini selalu dikedepankan dalam forum-forum internasional.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Surya Perkasa)