Podium Media Indonesia: Purbaya Punya Gaya

Dewan Redaksi Media Group Jaka Budi Santosa. MI/Ebet

Podium Media Indonesia: Purbaya Punya Gaya

Media Indonesia • 2 October 2025 07:12

SEPANJANG sejarah Republik ini berdiri, tercatat 31 orang mendapat kepercayaan menjadi menteri keuangan (menkeu). Di antara sekian bendahara negara itu, kiranya Purbaya Yudhi Sadewa lain daripada yang lain. Dia punya gaya yang tak sama dengan para pendahulunya.

Purbaya dilantik sebagai menkeu oleh Presiden Prabowo Subianto pada Senin, 8 September lalu. Banyak yang kaget ketika mantan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu ditunjuk menggantikan Sri Mulyani. Tak sedikit yang meragukannya.

Keraguan pun berlipat ketika Purbaya asal bergaya sesaat setelah menjabat. Dia langsung memantik kontroversi. Dia bilang, demo Agustus yang berujung rusuh ialah suara sebagian kecil rakyat yang hidupnya masih kurang. Padahal unjuk rasa terjadi di mana-mana. Yang turun ke jalan dari banyak kalangan. Korban jiwa sampai berjatuhan.

Menyiram air garam di luka yang masih basah. Itulah yang dirasakan rakyat atas pernyataan Purbaya. Sakit kuadrat. Sakit pakai banget. Dia lantas menjadi bidikan protes dan kecaman. Presiden didesak untuk memecat Purbaya, padahal pagi harinya dia baru naik pangkat.

Biasa bergaya koboi, itulah pengakuan Purbaya sehingga keceplosan bicara. Dia minta maaf. Dia berjanji untuk lebih berhati-hati dalam bersikap dan berucap. Dia menambah panjang daftar pejabat yang memohon maaf. Kata yang satu ini memang sedang laris manis di kalangan elite.
 
Baca Juga: 

Menkeu Purbaya Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Kuartal IV-2025 di Atas 5,5%


Akan tetapi, Purbaya tetaplah Purbaya yang beda dengan menkeu lainnya. Kata orang, salah satu syarat menkeu ialah kalem dan mengedepankan kehati-hatian karena setiap ucapannya berimbas pada pasar. Itulah karakter dari hampir semua 30 menkeu terdahulu. Sebaliknya, Purbaya seperti antitesis. Dia masih suka bicara. Apa yang dipikirkan, itulah yang dikatakan. Apa adanya. Yang berbeda kini ialah objek pembicaraan. Dia tak lagi menyinggung rakyat. Dia lebih menyuarakan bagaimana semestinya negara dikelola versi dia.

Cukup banyak kebijakan Purbaya yang disambut baik kendati ada pula yang mengudang polemik. Memastikan tidak ada pajak baru tahun depan, misalnya. Menunda pajak pedagang online, umpamanya. Janji mengejar pengemplang pajak jumbo, amsalnya. Untuk hal-hal itu, publik suka.

Beda soal kepastian bahwa cukai rokok tidak naik. Kebijakan itu mengundang kritik. Karangan bunga berjejer di Kantor Kemenkeu. Publik kecewa karena menilai kompromi dengan cukai rokok berarti menjerumuskan generasi muda terjebak dalam asap. Keputusan menyuntikkan dana sebesar Rp200 triliun ke bank-bank BUMN juga disoal. Dianggap salah resep untuk membangkitkan perekenomian masyarakat.



Di antara sekian kebijakan Purbaya, dua hal teranyar juga layak dicermati. Pertama, ihwal pengganti Anggito Abimanyu yang harus beranjak dari kursi wamenkeu setelah terpilih menjadi ketua Dewan Komisioner LPS. Di situlah Purbaya menunjukkan identitasnya. Dia mengusulkan kepada Presiden untuk tak usah mengangkat pengganti Anggito.

Purbaya meminta agar dirinya saja yang mengambil alih tugas Anggito yang selama ini fokus pada penerimaan negara, yakni pajak, bea cukai, hingga penerimaan negara bukan pajak. "Biar kita bisa beresin langsung cepat, gitu. Baru mau ngusulin, ya," begitu katanya.

Wamen banyak dipermasalahkan. Utamanya terkait dengan jumlahnya yang seabrek. Ada 55 wamen. Semakin banyak pejabat, semakin banyak uang rakyat dikeluarkan. Apalagi tidak sedikit di antara mereka yang dihadiahi jabatan komisaris BUMN. Tentu bayarannya juga rangkap-rangkap. Soal kinerja, sumbangsih, nilai tambah mereka buat rakyat?
 
Baca Juga: 

Menkeu Purbaya Dapat Pujian dari Konglomerat AS Ray Dalio


Usul Purbaya agar Presiden tak perlu mengangkat wamen pengganti Anggito patut diapresiasi. Di situ dia punya gaya. Dia tampil beda. Elok nian jika dia mempertahankan gaya serupa itu.

Purbaya koboi sejati. Dia suka sentil sana sentil sini, tembak sini tembak sana, termasuk yang dilakukan dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Selasa, 30 September 2025, dia menelanjangi PT Pertamina. Dia blak-blakan menyebut Pertamina malas-malasan membangun kilang minyak di Tanah Air. Alhasil, Indonesia terus saja adiksi impor BBM. Nilai impor yang bejibun membuat subsidi pemerintah terus membengkak.

Kata Purbaya, sudah puluhan tahun hal itu dibiarkan. Indonesia bukan tak bisa membangun kilang, melainkan lebih karena Pertamina malas. Dia mengungkit janji Pertamina pada 2018 untuk membangun tujuh kilang dalam kurun lima tahun, tapi tak kunjung terealisasi. Dia ingin DPR ikut mengontrol semua yang terjadi.

Alih-alih membangun kilang baru, beberapa kilang lama malah dibakar. Itu kata Purbaya. Dia memakai frasa 'dibakar', bukan terbakar. Berarti disengaja. Benarkah? Pejabat sekelas Purbaya kiranya tak asal bicara.

Pertamina terakhir kali membangun kilang pada 1995, yakni Balongan, Jawa Barat. Memang, kilang Balikpapan sedang dalam tahap pengembangan besar melalui melalui program refinery development master plan (RDMP) yang dimulai sejak 2019 dan ditargetkan beroperasi penuh November ini. Namun, itu jauh dari cukup untuk mementahkan tembakan Purbaya bahwa Pertamina malas-malasan membangun kilang. Kenapa?

Purbaya tak menjelaskan jawaban yang pasti dia diketahui. Karena itu, pernyataan mantan Wapres Jusuf Kalla pada 2019 bolehlah dijadikan rujukan. Menurut JK, hambatan terbesar untuk membangun kilang ualah importir minyak. Tujuannya agar kita selalu impor karena dengan begitu cuan terus mengalir ke brankas mereka. Mereka bagian dari mafia.

Tidak sedikit rakyat yang mulai demen dengan Purbaya punya gaya. Itu baik buatnya. Namun, sebaiknya kita sabar menunggu apakah dia tampil beda semata untuk kebaikan bangsa atau demi yang lain. Publik perlu banyak bukti lagi bahwa dia bukan hanya banyak gaya.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Achmad Zulfikar Fazli)