Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra. (Metrotvnews.com/Kautsar)
Putri Purnama Sari • 7 February 2025 17:21
Jakarta: Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengungkapkan bahwa saat ini terdapat sekitar 300 terpidana mati di Indonesia yang belum dieksekusi. Sebagian besar dari mereka adalah warga negara asing (WNA) yang terlibat dalam kasus narkotika.
Pelaksanaan hukuman mati terhadap WNA menghadapi berbagai tantangan, terutama yang berkaitan dengan hubungan diplomatik antara Indonesia dan negara asal terpidana.
Beberapa negara menyatakan keberatan jika warganya dieksekusi di Indonesia, yang dapat mempengaruhi hubungan bilateral. Selain itu, pertimbangan kemanusiaan dan proses pengajuan grasi oleh terpidana juga turut menjadi faktor penundaan eksekusi.
Menteri Koordinator Bidang Hukum dan HAM,
Yusril Ihza Mahendra, menambahkan bahwa eksekusi hukuman mati, terutama terhadap WNA, berkaitan erat dengan hubungan diplomatik. Ia menyebutkan bahwa pemerintah perlu berkomunikasi dengan negara asal terpidana sebelum melaksanakan eksekusi.
Tak hanya itu, proses eksekusi ini juga biasanya mempertimbangkan arahan dari presiden. Menurut Yusril, meski kejaksaan adalah instansi yang berwenang melaksanakan eksekusi, namun kejaksaan tidak bisa serta merta langsung mengeksekusi.
"Tentu kita harus mendengar apa pertimbangan dan arahan presiden terhadap pelaksanaan pidana mati itu, hukuman mati itu kan orangnya ditembak, ya selesai, mati ya. Tapi persoalannya karena ini menyangkut negara-negara lain, pertimbangan kemanusiaan dan lain-lain," kata Yusril, yang dikutip Jumat, 7 Februari 2025.
Situasi ini menunjukkan kompleksitas dalam penegakan hukuman mati di Indonesia, terutama jika melibatkan terpidana dari negara lain. Pemerintah dihadapkan pada dilema antara menegakkan hukum nasional atau mempertimbangkan dampak diplomatik serta kemanusiaan yang lebih luas.