Sumber Dana Bantuan Korban Kekerasan Seksual dari Anggaran Negara Diminta Diatur Rinci

Ilustrasi. Metrotvnews.com.

Sumber Dana Bantuan Korban Kekerasan Seksual dari Anggaran Negara Diminta Diatur Rinci

Tri Subarkah • 2 July 2025 02:12

Jakarta: Sejumlah koalisi masyarakat sipil mengapresiasi lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29/2025 tentang Dana Bantuan Korban (DBK) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang diteken Presiden Prabowo Subianto sejak 18 Juni 2025. PP itu disebut akan mengimplementasikan DBK yang sebelumnya sudah diatur dalam UU Nomor 12/2022 tentang TPKS.

"Pengesahan PP DBK menjadi satu langkah awal negara dalam mendukung implementasi DBK serta menegakkan pemajuan hak korban kekerasan seksual secara konkret," kata peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Asry Alkazahfa, Selasa, 1 Juli 2025.

Namun, Asry menilai PP DBK-TPKS belum mengatur secara jelas sumber pendanaan DBK dari anggaran negara. Padahal, kejelasan pendanaan negara itu penting untuk memastikan dukungan finansial yang stabil. 

ICJR sempat merekomendasikan agar negara menetapkan kebijakan alokasi anggaran dengan persentase tertentu dari PNBP Penegakan Hukum untuk pendanaan DBK. 

"Terlepas dari alternatif sumber anggaran negara tersebut, pada pokoknya negara harus jelas mengatur asal anggaran dan besaran dana yang akan dialokasikan. Sebab, pendanaan merupakan aspek krusial bagi pelaksanaan DBK ke depan," jelasnya.

Selain itu, PP DBK-TPKS dinilai belum menjawab permasalahan di lapangan. Khususnya, peran penting aparat penegak hukum dalam pelaksanaan restitusi. 
 

Baca juga: Presiden Prabowo Teken PP Soal Dana Bantuan Korban Kekerasan Seksual

Menurut dia, peraturan tersebut seharusnya dapat mempertegas koordinasi antara Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan kejaksaan untuk penghitungan aset atau harta kekayaan pelaku. Sebab, kemampuan membayar pelaku hingga potensi sita lelang aset krusial menjamin efektifnya pelaksanaan restitusi.  

ICJR dan kelompok masyarakat sipil lain meminta agar Bappenas, Kementerian Keuangan, dan LPSK berkoordinasi lagi untuk memperjelas alokasi anggaran negara terkait DBK dan mengeluarkan kebijakan alokasinya. 

Kepolisian dan kejaksaan juga diminta melakukan koordinasi sedari awal tahapan pemeriksaan kasus kekerasan seksual dalam rangka menilai aset atau harta kekayaan pelaku sebagai jaminan pembayaran restitusi korban.

Selain ICJR, koalisi masyarakat sipil lain yang menyoroti PP DBK-TPKS adalah KOMPAKS, IPPI, Yayasan lambuina, Yayasan Swara Parangpuan Sulut, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia, Forum Pengada Layanan, Indonesian Legal Resource Center (ILRC), LBH Masyarakat (LBHM).

Selain itu, ada Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Asosiasi LBH APIK Indonesia, Rifka Annisa WCC, Jakarta Feminist, Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI), Perkumpulan DAMAR, WCC Jombang.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arga Sumantri)