Kementerian LHK Ingatkan Ancaman Triple Planetary Crisis

Ilustrasi. Foto: Medcom.id

Kementerian LHK Ingatkan Ancaman Triple Planetary Crisis

Theofilus Ifan Sucipto • 11 March 2024 12:54

Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) memeringatkan ancaman triple planetary crisis. Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Hanif Faisol Nurofiq memerinci tiga krisis, yakni perubahan iklim, hilangnya biodiversity, serta polusi dan limbah.

"Dampaknya berkepanjangan, bersifat merusak, dan sudah kita alami belakangan ini, mulai dari menurunnya fungsi lingkungan hidup," kata Hanif dalam keterangan yang dikutip Senin, 11 Maret 2024.

Penurunan fungsi lingkungan hidup, kata dia, meliputi kemerosotan kualitas dan kuantitas air hingga udara bersih. Termasuk, suhu bumi yang merangkak naik dibarengi naiknya permukaan air laut hingga beragam bencana yang muncul.

Hal tersebut diungkap Hanif dalam paparan bertajuk 'Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup (D3TLH) Sebagai Rambu-Rambu Arahan Pemanfaatan Sumber Daya Alam dalam Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan,' di Jakarta. Menurut Hanif, krisis tersebut diakibatkan ekspansi manusia terhadap alam.

“Karenanya, kita memerlukan perencanaan pemanfaatan sumber daya alam yang baik untuk menghadapi ancaman triple planetary crisis,” ujar Hanif.
 

Baca juga: 

Koalisi Menteri Keuangan Pegang Peran Penting Atasi Perubahan Iklim


Perencanaan tersebut, kata Hanif, sejalan dengan tiga era baru yang dicanangkan pemerintah. Rinciannya ialah pelaksanaan pembangunan jangka panjang 2025-2045, pembangunan jangka menengah tahap pertama 2025-2029, dan pergantian kepemimpinan pusat dan daerah.

Menurut Hanif, pendayagunaan data dan informasi D3TLH dalam perencanaan tersebut sangat penting. Sebab, hal itu merupakan salah satu instrumen tata lingkungan untuk pemanfaatan sumber daya alam berkelanjutan.

Hanif mengatakan instrumen D3TLH memiliki 2 fungsi. Pertama, sebagai indikator keberlanjutan landscape. Sekaligus, penjamin keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat.

“Yang kedua adalah untuk memperkuat aspek lingkungan (environmental and social safeguard) dalam perencanaan pembangunan, tata ruang, dan SDA,” tutur Hanif.

Di sisi lain, dia berharap masyarakat sebagai subjek penerima manfaat perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, bisa ikut mengawal pendayagunaan instrumen D3TLH. Khususnya, dalam setiap perencanaan pembangunan atau perencanaan tata ruang yang melibatkan partisipasi publik.

“Sehingga, penerapan D3TLH ini akan menghasilkan jumlah populasi yang hidup sejahtera secara mandiri dan berkelanjutan (social capacity), dengan didukung oleh kapasitas lingkungan hidup dalam satuan unit ekoregion (biophysical capacity),” kata Hanif.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Anggi Tondi)