Keluarga mendiang Gamma Rizkynata Oktafansy, siswa SMKN 4 Semarang korban penembakan oleh anggota polisi Aipda Robig Zaenudin. (MI/Akhmad Safuan)
Semarang: Keluarga korban penembakan siswa SMKN 4 Semarang kecewa tidak dilibatkan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI, di Jakarta, pada Selasa, 3 Desember 2024. Pasalnya, menurut pihak keluarga, banyak pernyataan yang disampaikan polisi berbeda dengan kenyataan.
"Kami awalnya sangat gembira dan berharap diundang dalam RDP dengan Komisi III DPR RI, di Jakarta, karena kami dapat memaparkan kondisi dan fakta sebenarnya terutama tudingan kepolisian yang menyebutkan korban Gamma Rizkynata Oktafansy adalah gengster," kata juru bicara keluarga korban Subambang, pada Selasa, 3 Desember 2024.
Namun ketika sudah mempersiapkan diri untuk datang, lanjut Subambang, tiba-tiba pada Minggu, 1 Desember 2024, dibatalkan tanpa mengetahui alasannya. Bahkan dari DPR dijanjikan untuk ikut melalui Zoom, tetapi link tidak dapat dibuka sehingga hanya dapat melihat dari siaran televisi.
"Kami tambah kecewa karena apa yang disampaikan Kepala Polrestabes Semarang tidak seperti fakta sebenarnya," jelas dia.
Subambang mengungkap bahwa pernyataan polisi menyebutkan korban Gamma Rizkynata Oktafansy menggunakan motor matik warna merah tidak benar, karena korban saat kejadian menggunakan motor matik warna hitam. Kejanggalan lain, sebut dia, polisi mengatakan korban menyerang polisi, tetapi faktanya dalam rekaman video, yang ada polisi mencegat dan melakukan penembakan empat kali.
Hal yang paling membuat keluarga kecewa, kata Subambang, adalah stigma yang disematkan oleh polisi bahwa korban merupakan anggota gengster atau tawuran. Menurut dia, ini merupakan rekayasa untuk menutupi kasus penembakan oleh Aipda Robig Zaenudin.
Hingga kini pun, kata dia, pihak keluarga masih khawatir ada upaya penghilangan barang bukti. Lantaran, menurutnya, jejak digital di gawai dapat mengungkap fakta sebenarnya.
"Hingga saat ini, barang-barang korban seperti gawai, tas, dompet dan motor korban masih ditangani polisi dan belum dikembalikan," ujar Subambang.
Selain itu, pemaparan polisi lebih menonjolkan masalah tawuran dibandingkan kasus penembakan. Hal itu, kata Subambang, menjadikan keluarga korban semakin yakin adanya upaya rekayasa.
"Jadi remaja itu kayak sudah disetel supaya ngomong Siapa yang ajak? Gamma, siapa yang beli senjata? Gamma. Ini yang perlu kami perjelas dengan harapan bisa meluruskan berita itu di RDP," jelas dia.
Dalam pemaparan di RDP itu, Subambang melihat pihak polisi sudah menghakimi, memvonis, bahwa korban meninggal adalah sebagai pelaku pengajak tawuran. Korban, kata dia, dianggap mengajak untuk membeli barang bukti senjata tajam dan minuman keras.
"Gamma sendiri dikenal tidak senakal itu, merokok pun tidak, sehingga kami menyesalkan polisi sama sekali tadak menjunjung asas praduga tak bersalah," ungkapnya.
Paman korban, Agung, 49, menambahkan kejadian penembakan yang terekam di CCTV jelas tidak ada adegan kejar-kejaran. Namun kepolisian menyebutkan kelompok Gamma mengejar lawannya, dan sesudah itu Gamma disebut menyerang polisi, tetapi di video sama sekali korban tidak melakukan penyerangan.
"Keluarga juga mempertanyakan tudingan Gamma membawa senjata, bahkan dituding membeli senjata tersebut dari online shop, polisi harus membuktikan itu, karena di vidio jelas tidak ada senjata pada korban," papar Agung.